Cari Blog Ini

Sabtu, 04 Februari 2012

PEMANFAATAN TIK DALAM PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH

PEMANFAATAN TIK DALAM PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH


PENDAHULUAN

Menurut Undang-undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3, pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Merujuk pada tujuan pendidikan nasional tersebut, maka tujuan pendidikan kita pada hakekatnya tidak hanya menekankan pada pengembangan aspek intelektual peserta didik saja, melainkan juga pada aspek emosional dan spiritual atau karakter peserta didik. Sesuai juga dengan makna pendidikan yang pernah disampaikan oleh Bapak Pendidikan kita ”Ki Hajar Dewantara”, pendidikan karakter perlu menjadi perhatian utama dalam proses pelaksanaan pendidikan nasional disamping pendidikan intelektual dan jasmani. Sebagaimana pandangan Ki Hajar Dewantoro, “Pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelektual) dan tubuh anak. Menurutnya, bagian-bagian itu tidak boleh dipisahkan agar kita dapat memajukan kesempurnaan hidup anak-anak kita”. Berdasarkan pandangan tersebut, maka pendidikan karakter merupakan bagian integral yang sangat penting dari pendidikan kita. Secara konseptual, tingkat peradaban suatu bangsa sangat ditentukan oleh keluhuran budaya yang dimiliki oleh bangsa tersebut. Dengan kata lain, perbedaan mendasar antara bangsa yang beradab dan bangsa yang terbelakang (primitif) adalah terletak pada budaya yang berkembang pada bangsa tersebut. Mengapa demikian? Hal ini karena, budaya luhur bangsa akan berpengaruh dominan terhadap pembentukan karakter bangsa, sehingga perilaku masyarakat akan diwarnai oleh budaya luhur yang dimiliki oleh bangsa tersebut, karena karakter (watak/akhlak/moral) akan tercermin dari perilaku masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Sejak jaman dulu, Indonesia merupakan salah satu bangsa yang dikenal sebagai bangsa yang berpegang teguh pada adat-istiadat ketimuran yang sarat dengan nilai-nilai sopan santun, keramah-tamahan, kejujuran, dan menjunjung tinggi semangat kebersamaan atau ”kegotong-royongan” serta sikap saling harga menghargai harkat dan martabat orang lain.. Nilai-nilai tersebut merupakan warisan budaya dan karakter luhur bangsa serta sebagai pembentuk peradaban bangsa Indonesia yang perlu terus dilestarikan dan dipelihara keberadaannya dalam kehidupan berbangsa dan bermasyarakat sehari-hari, ditengah derasnya perkembangan arus globalisasi. Dengan cara demikian, bangsa Indonesia tidak akan menjadi bangsa yang kehilangan jati diri atau karakternya ditengah-tengah kuatnya arus percaturan global. Namun sayang, pada realitas yang ada menunjukkan bahwa, perkembangan bangsa Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini mengarah kepada perubahan yang bersifat regresif (mundur), terutama dalam bidang etika dan moral (akhlak). Dekadensi moral yang luar biasa telah menyebabkan keterpurukan bangsa Indonesia yang dulu dikenal sebagai bangsa yang santun dan taat beragama menjadi bangsa yang beringas, korup, dan banyak melanggar norma-norma keagamaan. Menurunnya prestasi anak bangsa dan citra yang buruk menjadi hal yang ironis dan bukti terjadinya kemunduran bangsa kita. Perubahan bangsa baik yang mengarah kepada kemajuan (progresif) maupun yang mengarah kepada kemunduran (regresif) merupakan masalah yang terkait langsung maupun tidak langsung dengan penyelengaraan pendidikan, baik formal, non formal maupun informal. Oleh karena itu, penguatan muatan pendidikan karakter dalam proses pendidikan kita perlu terus menjadi perhatian utama dalam rangka pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas dan berkarakter. Pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang berdampak pada kecepatan dan kemudahan akses hubungan antar belahan dunia satu dengan dunia lainnya, telah menghilangkan sekat-sekat antar negara di dunia dan menjadikan dunia ini seolah bagaikan perkampungan kecil. Perkembangan TIK tersebut telah membuat sendi-sendi kehidupan masyarakat yang ada terpengaruh baik secara positif maupun negatif. Jika perkembangan TIK tersebut dapat dikelola dan dimanfaatkan dengan baik, maka akan dapat berpengaruh positif terhadap pembangunan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang ada. Namun sebaliknya, jika perkembangan tersebut tidak dapat dikelola dan dimanfaat dengan baik, justru akan dapat berpengaruh negatif terhadap pembangunan SDM yang ada.
Yang pasti, kemajuan bidang TIK yang demikian pesat serta potensi pemanfaatannya secara luas telah membuka peluang akses, komunikasi jarak jauh secara langsung maupun tidak langsung yang efektif, maupun membuka peluang untuk pengelolaan dan pendayagunaan informasi dalam volume yang besar secara cepat dan akurat. Kenyataan telah menunjukkan bahwa disamping dapat berpengaruh negatif, pemanfaatan TIK merupakan faktor yang sangat penting dalam mendukung peningkatan kualitas sumber daya manusia. Dengan demikian, kemajuan TIK dengan segala potensinya yang ada, jika dikelola dan dimanfaatkan dengan baik akan dapat digunakan untuk mendukung efektifitas pelaksanaan pendidikan karakter yang sedang menjadi perhatian utama kita.

TINJAUAN TENTANG TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI

Menurut William & Sawyer (Abdul Kadir & Terra CH, 2003), teknologi informasi didefinisikan sebagai teknologi yang menggabungkan komputer dengan jalur komunikasi kecepatan tinggi, yang membawa data, suara, dan video. Definisi ini memperlihatkan bahwa dalam teknologi informasi pada dasarnya terdapat dua komponen utama yaitu teknologi komputer dan teknologi komunikasi. Teknologi komputer yaitu teknologi yang berhubungan dengan komputer termasuk peralatan-peralatan yang berhubungan dengan komputer. Sedang teknologi komunikasi yaitu teknologi yang berhubungan perangkat komunikasi jarak jauh, seperti telephon, feximil, dan televisi.
Definisi teknologi informasi yang lain dikemukakan Nina W. Syam (2004). Menurutnya teknologi informasi dapat dimaknai sebagai ilmu yang diperlukan untuk memanag informasi agar informasi tersebut dapat ditelusuri kembali dengan mudah dan akurat. Isi ilmu tersebut dapat berupa prosedur dan teknik-teknik untuk menyimpan dan mengelola informasi secara efisien dan efektif. Lebih lanjut menurut Nina W. Syam, informasi dipandang sebagai data yang telah diolah dan dapat disimpan baik dalam bentuk tulisan, suara, maupun dalam bentuk gambar, dimana gambar tersebut dapat berupa gambar mati atau gambar hidup. Sedang informasi yang dikelola atau disampaikan melalui teknologi informasi tersebut dapat berupa ilmu dan pengetahuan itu sendiri. Bila informasi tersebut volumenya kecil tentu tidak memerlukan teknik-teknik atau prosedur yang rumit untuk menyimpannya. Namun bila informasi tersebut dalam volume yang cukup besar, maka diperlukan teknik atau prosedur tertentu untuk menyimpannya, agar mudah menemukan kembali informasi yang tersimpan. Teknik atau prosedur untuk mengelola informasi itulah yang disebut dengan teknologi informasi. Berdasarkan dua definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa teknologi informasi secara sederhana dapat dipandang sebagai ilmu yang diperlukan untuk mengelola/memanag informasi agar informasi tersebut dapat secara mudah dicari atau ditemukan kembali. Sementara dalam pelaksanaannya untuk dapat mengelola informasi tersebut dengan baik, cepat, dan efektif, maka diperlukan teknologi komputer sebagai pengolah informasi dan teknologi komunikasi sebagai penyampai informasi jarak jauh.. Perkembangan teknologi informasi (TI) yang sangat pesat merupakan potensi untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Internet sebagai anak kandung dari teknologi informasi menyimpan informasi tentang segala hal yang tidak terbatas, yang dapat digali untuk kepentingan pengembangan pendidikan. Dengan internet belajar tidak lagi dibatasi ruang dan waktu. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi mulai dari yang sangat sederhana sampai yang tercanggih (TIK-internet) dapat berdampak semakin besar terhadap kehidupan manusia, dintaranya: (a) literasi teknologi telah memfasilitasi penambahan dan pendalaman pengetahuan, yang pada gilirannya memfasilitasi penciptaan pengetahuan, yang selanjutnya lagi dapat mendorong terciptanya teknologi informasi dan komunikasi yang baru; (b) teknologi memiliki pengaruh positif dalam meningkatkan ragam kehidupan manusia bersama kenikmatan yang ditimbulkannya, tetapi pada waktu yang sama budaya yang serba mudah dan instan cenderung mengikis nilai-nilai luhur kehidupan.
Kemajuan TIK patut diapresiasi, namun ada juga beberapa hal yang perlu diwaspadai, diantaranya, informasi yang tersaji di laman-laman internet bermacam-macam, mulai dari yang sangat bermanfaat karena relevan dengan kebutuhan pengunduh, sampai yang sangat merugikan karena kurang cocok dengan tingkat perkembangan anak. Termasuk dalam jenis informasi yang disebut terakhir itu adalah informasi yang mengandung perilaku kekerasan, kesewenang-wenangan, perilaku lain yang tidak terpuji serta pornografi. Oleh karena itu, pemanfaatn TIK dalam proses pendidikan perlu diiringi dengan pendidikan budaya dan karakter untuk mencegah dampak negatif yang bisa ditimbulkan.

TINJAUAN TENTANG PENDIDIKAN KARAKTER

A. Pengertian Karakter

Menurut Hermawan Kertajaya (2010: 3), karakter adalah ”ciri khas” yang dimiliki oleh suatu benda atau individu. Ciri khas tersebut adalah asli dan mengakar pada kepribadian benda atau individu tersebut, serta merupakan ”mesin” yang mendorong bagaimana seseorang bertindak, bersikap, berucap, dan merespon sesuatu. Dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, karakter diartikan sebagai sifat-sifat kejiwaan, tabiat, watak, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain. Menurut kamus psikologi, karakter adalah kepribadian ditinjau dari titik tolak etis atau moral, misalnya kejujuran seseorang, dan biasanya berkaitan dengan sifat-sifat yang relatif tetap (Dali Gulo, 1982: 29) Secara harfiah karakter bermakna ”kualitas mental atau moral, kekuatan moral, nama dan reputasi” (Hornby dan Parnwell, 1972, 49). Menurut Kamisa (1997: 281), berkarakter artinya mempunyai watak, mempunyai kepribadian. Karakter akan memungkinkan individu untuk mencapai pertumbuhan yang berkesinambungan, karena karakter memberikan konsistensi, integritas, dan energi. Orang yang memiliki karakter yang kuat, akan memiliki momentum untuk mencapai tujuan. Begitu sebaliknya, mereka yang karakternya mudah goyah, akan lebih lambat untuk bergerak dan tidak bisa menarik orang lain untuk bekerja sama dengannya. Dari beberapa pengertian di atas dapat dinyatakan bahwa karakter adalah kualitas atau kekuatan mental atau moral, akhlak atau budi pekerti individu yang merupakan kepribadian khusus yang menjadi pendorong dan penggerak, serta membedakannya dengan individu lain. Dan seseorang dapat dikatakan berkarakter, jika telah berhasil menyerap nilai dan keyakinan yang dikehendaki masyarakat, serta digunakan sebagai kekuatan moral dalam hidupnya.

B. Pentingnya Pendidikan Karakter dan Nilai-nilai Dasar Karakter yang Perlu Dikembangkan

Mengapa pendidikan karakter penting untuk diberikan dalam proses pendidikan? Hal itu karena berdasarkan hasil penelitian Heckman, James & Pedro Carneiro, 2003 yang disitir oleh Ratna Megawangi, 2010 menunjukkan bahwa kecerdasan intelektual seseorang (verbal dan logis-matematis) hanya memberikan kontribusi 20% saja dari keberhasilan seseorang di masyarakat, sedangkan 80% lebih banyak ditentukan oleh kecerdasan emosi seseorang tersebut. Kecerdasan emosi merujuk pada karakter atau dalam bahasa agamanya akhlak mulia. Penelitian tersebut sesuai dengan hasil penelitian George Boggs, yang juga disitir Ratna Megawangi (2010) yang menunjukkan bahwa dari 13 faktor penunjang keberhasilan seseorang di dunia kerja, 10 di antaranya (hampir 80%) adalah kualitas karakter seseorang, dan sisanya (tiga) berkaitan dengan faktor kecerdasan intelektual. Ke-13 faktor tersebut adalah: (1) jujur dan dapat diandalkan; (2) bisa dipercaya dan tepat waktu; (3) bisa menyesuaikan diri dengan orang lain; (4) bisa bekerjasama dengan atasan; (5) bisa menerima dan menjalankan kewajiban; (6) mempunyai motivasi kuat untuk terus belajar dan meningkatkan kualitas diri; (7) berpikir bahwa dirinya berharga; (8) bisa berkomunikasi dan mendengarkan secara efektif; (9) bisa bekerja mandiri dengan supervisi minimum; (10) dapat menyelesaikan masalah pribadi dan profesinya; (11) mempunyai kemampuan dasar (kecerdasan); (12) bisa membaca dengan pemahaman memadai; dan (13) mengerti dasar-dasar matematika (berhitung).
Ada banyak nilai-nilai karakter yang mungkin perlu diberikan dalam proses pelaksanaan pendidikan terutama di sekolah guna membentuk generasi bangsa kita yang berkualitas, bermartabat, dan berkarakter. Adapun nilai-nilai dasar karakter yang perlu dikembangkan tersebut, diantaranya yaitu: bertakwa (religius), tanggung jawab (responsible), disiplin ( dicipline), jujur (honest), sopan (polite), peduli (care), kerja keras (hard work), sikap yang baik (good attitude), toleransi (tolerate), kreatif (creative), mandiri (independent), rasa ingin tahu (curiosity), semangat kebangsaan ( nationality spirit), menghargai (respect), bersahabat ( friendly), dan cinta damai (peace full).

PEMANFAATAN TIK DALAM PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH

Pendidikan karakter sangat penting dalam rangka pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas, bermartabat, dan berkarakter, sehingga perlu benar-benar dijaga agar pemanfaatan TIK tidak mengganggu pembentukan karakter peserta didik, melainkan justru mendukungnya. Mengapa? Karena tidak ada gunanya mendidik anak menjadi sangat pintar tetapi karakternya buruk dan/atau lemah, sehingga justru dengan kepandaiannya tersebut kelak mereka akan membuat kerusakan/kejahatan atau menimbulkan kerugian, baik bagi diri sendiri, bagi masyarakat, maupun bagi bangsa. Oleh sebab itu, pemanfaatan TIK dalam pendidikan perlu dirancang, direncanakan, dilaksanakan, dan dinilai dalam rangka mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya seperti diuraikan di atas. Menurut Suwarsih Madya, (2011), untuk menjaga agar pemanfaatan TIK tetap memberikan kontribusi signifikan terhadap (1) pengembangan peserta didik menjadi manusia berkarakter dan berkecerdasan intelektual dan (2) pemberdayaan pendidik dan tenaga kependidikan terkait, hendaknya diterapkan prinsip-prinsip berikut:
a)      Pemanfaatan TIK dalam pendidikan sebaiknya mempertimbangkan karaktersitik peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan dalam keseluruhan pembuatan keputusan TIK.
b)      Pemanfaatan TIK sebaiknya dirancang untuk memperkuat minat dan motivasi pengguna untuk menggunakannya semata guna meningkatkan dirinya, baik dari segi intelektual, spiritual (rohani), sosial, maupun ragawi.
c)      Pemanfaatan TIK sebaiknya menumbuhkan kesadaran dan keyakinan akan pentingnya kegiatan berinteraksi langsung dengan manusia (tatap muka), dengan lingkungan sosial-budaya (pertemuan, museum, tempat-tempat bersejarah), dan lingkungan alam (penjelajahan) agar tetap mampu memelihara nilai-nilai sosial dan humaniora (seni dan budaya), dan kecintaan terhadap alam sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa.
d)     Pemanfaatan TIK sebaiknya menjaga bahwa kelompok sasaran tetap dapat mengapresiasi teknologi komunikasi yang sederhana dan kegiatan-kegiatan pembelajaran tanpa TIK karena tuntutan penguasaan kompetensi terkait dalam rangka mengembangkan seluruh potensi siswa secara seimbang.
e)      Pemanfaatan TIK sebaiknya mendorong pengguna untuk menjadi lebih kreatif dan inovatif sehingga tidak hanya puas menjadi konsumen informasi berbasis TIK.

Selanjutnya, agar penerapan pendidikan karakter melalui TIK dapat berjalan secara efektif dalam mencapai tujuannya, para guru hendaknya mampu memberikan materinya dengan cara-cara yang interaktif, dan mampu membuat para peserta didiknya menjadi kreatif. Proses pembelajarannya pun harus menjadi menyenangkan dan bermakna. Dalam konteks tersebut, peran guru dalam proses interaksi pembelajaran hendaknya tidak terlalu dominan, tetapi lebih sering berperan sebagai fasilitator dan motivator pembelajaran. Dengan kata lain, pembelajaran tidak berpusat pada guru, tetapi lebih berpusat pada peserta didik atau lebih menempatkan peserta didik sebagai subyek didik daripada sebagai obyek didik.
Lebih lanjut, dalam proses pelaksanaan pembelajaran melalui TIK, peserta didik tidak hanya digiring sebatas untuk mencari dan memperoleh informasi saja, tetapi juga diarahkan agar memiliki kemampuan untuk menciptakan informasi di internet. Dengan kata lain, dalam proses pembelajaran melalui TIK, peserta didik harus diarahkan untuk mampu menjadi produsen pengetahuan, dan bukan hanya sebatas menjadi konsumen pengetahuan atau penikmat teknologi saja, sehingga dapat membawa perubahan yang lebih positif bagi peserta didik. Agar bisa menjadi produsen pengetahuan, maka budaya baca dan tulis menulis harus benar-benar dilatihkan melalui pemanfaatan TIK secara benar. Para guru pun harus belajar ngeblog agar mampu memberikan keteladanan kepada para peserta didiknya. Dengan ngeblog, para guru dan siswa akan menjadi terbiasa menulis. Sebagaimana pepatah yang mengatakan bahwa “satu kali contoh keteladanan lebih baik daripada 1000 kali perkataan.” Para guru harus mampu memberikan contoh yang baik dalam memanfaatkan TIK khususnya internet secara sehat dan produktif. Dengan begitu mereka akan melihat keteladanan dari gurunya dalam pemanfatan TIK di sekolah. Para peserta didik pun pada akhirnya akan mengikuti pula dalam menjalankan internet sehat dengan hati yang sehat pula. Hati yang sehat didapat dari pembinaan pendidikan budaya dan karakter yang terus dikembangkan oleh para guru. Dalam memanfaatkan TIK, perlu juga ditanamkan rasa malu dalam diri peserta didik dan aturan yang tegas agar anak-anak: (a) tidak bersentuhan dengan pornografi, (b) tidak melakukan plagiasi, dan (c) tidak dibiarkan untuk terus menerus mengkonsumsi games atau permainan online lainnya di internet yang mengasyikkan. Jika kita biarkan anak didik kita hanya menkonsumsi game online secara terus menerus, maka kita akan menghasilkan sebuah generasi para gamer, dan bukan programer, yaitu sebuah generasi yang mampu menciptakan berbagai games atau permainan yang mengasyikkan. Progamer sangat kita perlukan dalam membuat konten-konten edukatif. Dengan begitu pendidikan ini akan maju dan sejajar dengan negara lainnya.
Dalam proses pembelajaran TIK, hendaknya peserta didik tidak hanya diarahkan untuk kelas operator saja tetapi menjadi programer aktif yang membuat mereka kreatif dalam membuat program-program inovatif yang dapat dibanggakan. Lihatlah Fahma, sosok penemu software termuda di dunia. Dia terlahir dari anak Indonesia yang bertempat tinggal di kota Bandung. Itulah salah satu contoh dimana pendidikan budaya, dan karakter terintegrasi dengan TIK dalam proses pembelajarannya. TIK harus benar-benar dimanfaatkan dengan tujuan para peserta didik mampu mendengarkan dengan baik, berbicara, membaca, dan menulis. Dengan begitu mereka akan mampu menyampaikan pesannya kepada khalayak ramai dan membuat diri mereka menjadi orang hebat luar biasa karena memiliki kemampuan berbahasa secara baik. Semua hal di atas itu harus terintegrasikan dalam pendidikan karakter yang berbasis TIK. TIK harus dimanfaatkan sebagai sarana untuk menerapkan nili-nilai dasar pendidikan karakter, dan dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya agar para generasi bangsa ini mampu mengembangkan kreativitasnya.
Salah satu contoh yang paling mudah dalam pendidikan karakter diantaranya adalah penanaman nilai kejujuran. Para guru harus mampu menanamkan kejujuran dalam diri setiap peserta didik. Tak berkata bohong (dusta) dan mampu berkata benar dalam segala sikap dan tingkah lakunya. Nilai-nilai kejujuran tersebut dapat ditanamkan dan dikontrol melalui media facebook yang sedang booming saat ini, baik dikalangan anak-anak maupun orang dewasa. Sikap dan perkataan jujur peserta didik akan dengan mudah tertangkap jelas dari facebook para guru, bila para peserta didiknya telah berteman dengannya. Oleh karena itu media facebook dapat dijadikan untuk sarana membangun komunikasi yang lebih dekat antara guru dengan para siswanya. Melalui facebook guru dapat mengajak dialog atau diskusi dengan para siswa, sehingga dapat terjalin komunikasi yang positif antara guru dan siswa. Terjadinya komunikasi yang positif antara guru siswa akan dapat membantu meningkatkan kualitas interaksi pembelajaran dan mengefektifkan pencapaian tujuan pembelajaran, disamping dapat untuk mengarahkan sikap dan perilaku siswa ke arah yang lebih baik. Nilai karakter lain yang perlu ditanamkan melalui TIK adalah budaya baca. Budaya baca yang mulai hilang dari dunia anak-anak kita harus sudah digiatkan kembali dengan konten-konten edukasi yang dibuat sendiri oleh para guru melalui blog atau website sekolah. Di sinilah para guru harus mampu menulis, dan membuat para peserta didiknya menjadi gemar membaca. Konten-konten atau materi pelajaran itu bisa dimasukkan dalam server aplikasi MOODLE atau Blog yang berbasis Content Management System (CMS). Di tempat itu, para guru dapat kreatif membuat sendiri media pembelajarannya. Para guru pun dapat membuat tes atau ujian secara online. Alangkah indahnya jika para peserta didik kita mampu berinternet secara sehat, menyebarkan berita dengan benar, dan mampu menceritakan pengalamannya yang mengesankan dalam blog-blog mereka. Dengan begitu kemampuan menulis mereka pun akan terasah dengan baik, karena sering menulis di blog. Selanjutnya, agar pendidikan karakter dapat berjalan secara komprehensif dalam proses pendidikan di sekolah, maka penerapan pendidikan karakter di sekolah perlu memegang prinsip-prinsip sebagai berikut:
a)      Berkelanjutan mengandung makna bahwa proses pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa merupakan sebuah proses panjang dimulai dari awal peserta didik masuk sampai selesai dari suatu satuan pendidikan.
b)      Melalui semua mata pelajaran, pengembangan diri, dan budaya sekolah
c)      Nilai tidak diajarkan tapi dikembangkan mengandung makna bahwa materi nilai-nilai budaya dan karakter bangsa bukanlah bahan ajar untuk pembelajaran biasa.
d)     Proses pendidikan dilakukan peserta didik secara aktif dan menyenangkan.

PENUTUP

Pendidik yang handal, profesional dan berdaya saing tinggi, serta memiliki karakter yang kuat dan cerdas merupakan modal dasar dalam mewujudkan pendidikan yang berkualitas yang mampu mencetak sumberdaya manusia yang berkarakter, cerdas dan bermoral tinggi. Oleh karena itu, pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah harus dimulai dari keteladanan gurunya terlebih dahulu. Jika garunya telah memiliki karakter yang kuat dan cerdas, tentunya proses pendidikan karakter di sekolah akan dapat dilaksanakan secara lebih efektif.
Pada dasarnya, TIK cuma alat bantu. Dia tidak beda dengan mesin tik, cangkul, kompor, dan lain-lain. Maka dari itu agar lebih bermanfaat positif bagi peserta didik, dalam pemanfaatannya dibutuhkan pendidikan budaya dan karakter sehingga tidak kehilangan kearifan budaya lokal.
Pembentukan karakter peserta didik memang tak semudah membalikkan telapak tangan. Oleh karenanya, diperlukan visi dan misi yang kuat dari sekolah dalam membangun karakter siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Dali Gulo, (1982). Kamus Psikologi. Bandung: Tonis. Hermawan Kertajaya, (2010). Grow with Character: The Model Marketing. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Hornby dan Parnwell, (1972). Learner’s Dictionary. Kuala Lumpur: Oxford University Press. Kamisa, (1997). Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Kartika.
Ratna Megawangi (2010). Strategi dan Implementasi Pendidikan Karakter di PAUD. Makalah disajikan dalam seminar tentang PAUD. Bogor.
Suwarsih Madya, (Februari 2011). Optimalisasi Pemanfaatan TIK untuk Meningkatkan Mutu Hakiki Pendidikan. Makalah, Seminar Nasional, Milad UAD XXX.

1 comments:

Anonim mengatakan...

Pak Kholiq, tulisannya bagus tuh, hanya saja kita guru kalah cepet ma anak-anak
Keburu anak-anak lebih demen ma pesbukan he he he
Tugasnya kita tambah lagi belajar TIK ma meluruskan kesenangan anak dalam dunia maya

Posting Komentar

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | Best Buy Printable Coupons