Cari Blog Ini

Minggu, 26 Februari 2012

MEMBANGUN JIWA NASIONALISME PEMUDA DENGAN MENELUSURI JEJAK SEJARAH MELALUI ARSIP


MEMBANGUN JIWA NASIONALISME PEMUDA DENGAN MENELUSURI JEJAK SEJARAH MELALUI ARSIP
 
Tanggal 28 Oktober 1928 adalah suatu tonggak lahirnya semangat nasionalisme yang nyata bagi pemuda indonesia. Dengan ihlas dan penuh harapan mereka menyatakan satu dalam wadah Indonesia yang raya. semangat yang berapi-api membuat dunia tersentak sekaligus kagum terhadap sebuah negeri kala itu yang belum memperoleh kebebasannya yaitu Indonesia, mereka ternyata telah sadar akan arti sebuah persatuan yang akan menghancurkan penindasan.Hal ini jugatidak terlepas dari pengaruh dunia luar yang sedang panas-panasnya meneriakkan anti penjajahan dan penghormatan atas sebuah kebebasan.
Semangat nasionalisme telah mengilhami pemuda pada masa itu, hingga mereka mampu menjadi pilar penting dan berada pada garda terdepan dalam merintis perjuangan kemerdekan bangsa Indonesia. Menarik untuk mempertanyakan bagaimana pula dengan semangat nasionalisme dan kepeloporan pemuda hari ini? Pertanyaan ini acap kali muncul di tengah keprihatinan berbagai kalangan yang mengkhawatirkan semakin lemahnya eksistensi dan posisi politik pemuda masa kini, terutama dalam mengemban misi kebangsaan.
Nasionalisme pemuda Nasionalisme merupakan suatu kehendak untuk bersatu sebagai bangsa. Kehendak ini tumbuh karena didorong kesadaran akan adanya riwayat atau pengalaman hidup yang sama dan dijalani bersama. Demikian pengertian yang diberikan oleh Ernest Renan yang sering disebut sebagai bapak nasionalisme.
Peristiwa kongres pemuda tanggal 28 Oktober 1928 yang kemudian kita peringati sebagai Sumpah Pemuda adalah manifestasi tumbuhnya kesadaran nasional (nasionalisme) dalam perjuangan menghadapi kolonialisme dan imperialisme Belanda waktu itu. Langkah ini menjadi semacam titik balik dari pola perlawanan sebelumnya yang lebih bersifat lokal. Tidak bisa dipungkiri bahwa tumbuhnya kesadaran tersebut secara nasional tidak bisa dilepaskan dari kontribusi pemuda pada masa tersebut dengan idealisme dan paradigma barunya.
Demikianlah seterusnya, sejarah panjang bangsa ini mencatat konstribusi yang diberikan kaum muda di setiap persimpangan sejarah. Hingga wajar jika banyak pengamat sejarah yang menyatakan bahwa sejarah suatu bangsa sesungguhnya adalah sejarah kaum muda. Pemuda hadir pada titik persimpangan sejarah dan memberi arah bagi perjalanan bangsa ini. Sekadar menjadi catatan, perjuangan kaum muda di panggung sejarah juga terjadi di hampir seluruh belahan dunia.
Sejarah mereka adalah sejarah perlawanan dan pembelaan. Seperti ada benang merah bahwa gerakan pemuda biasanya lahir dari kondisi yang dihadapi masyarakat yang sudah tidak sesuai lagi dengan cita-cita negara dan harapan masyarakatnya. Mereka merespons berbagai situasi dan kondisi tersebut atas dasar kesadaran moral, tanggung jawab intelektual, pengabdian sosial, dan kepedulian politik. Tidak jarang pula ditemukan bahwa situasi global sering menjadi faktor yang memicu dan mematangkan kekuatan aksi mereka.
Semangat zaman Lantas muncul pertanyaan bagaimana dengan pemuda masa kini? Bagaimana kita menakar nasionalisme mereka saat ini? Bagaimana pula kita memaknai peran, posisi dan kontribusi politik generasi yang sekarang ini lebih dikenal sebagai generasi anak nongkrong itu dalam panggung sejarah perubahan?
Louis Gottschalk dalam bukunya yang berjudul Mengerti Sejarah, memperkenalkan istilah zeigest yang biasa diartikan sebagai semangat zaman. Setiap zaman, diidentifikasi memiliki karakteristiknya sendiri. Ada tiga unsur yang mempengaruhi karakteristik semangat zaman. Pertama, ia bisa didesain oleh manusia sebagai pelaku atau tokoh sejarah. Kedua, semangat zamanlah yang membentuk manusia.
Ketiga, semangat zaman lahir dari sturuktur politik dan kebijakan negara. Dalam sejarah perjalanan bangsa yang menempatkan sosok kaum muda sebagai instrumen perubahan, peran politik kaum muda setidaknya dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu: mainstream isu yang berkembang, kepandaian menerjemahkan semangat zaman, dan ketepatan merumuskan strategi perjuangannya.

Pemuda Indonesia dalam sejarahan cukup memainkan perannya dalam 'mendesain' setiap peristiwa besar perubahan bangsa ini, bahkan sekaligus menjadi aktor utama dalam peristiwa perubahan tersebut. Dalam hal ini bisa katakan bahwa pemuda telah memiliki daya responsivitas yang tinggi dalam menerjemahkan semangat zamannya masing-masing. Namun di sisi lain, kenyataan memilukan yang juga sering mengemuka di setiap panggung sejarah perubahan adalah bahwa kaum muda seperti kurang memiliki energi untuk mengarahkan perubahan serta kurang memiliki kesiapan kompetensi untuk mengisi perubahan tersebut.
Di situlah letak tantangan yang harus dihadapi oleh kaum muda saat ini dihadapkan pada berbagai persoalan, baik di tingkat lokal seperti korupsi, kemiskinan, pengangguran, kemandirian dan lain-lain maupun di tingkat global seperti isu-isu lingkungan hidup, pemanasan global, terorisme, dan sebagainya. Itu semua tentu saja tidak bisa diselesaikan oleh para pemuda yang hanya bisa bernostalgia dan beromantisme mengenang masa yang telah berlalu.
Setiap perubahan perlu energi besar yang lahir dari jiwa yang senantiasa menggelora khas anak muda, cerminan dari hati yang bersih serta nurani yang senantiasa berkobar. Jadi bukan munculnya generasi anak nongkrong yang jadi persoalan. Namun, intinya adalah ketika sensitivitas krisis dari generasi muda terus melemah serta kepeduliannya terhadap persoalan-persoalan besar telah terkikis, maka tunggulah saat di mana pemuda akan semakin menepi dan terpinggirkan dari panggung sejarah peradaban.
Zaman mungkin boleh berubah, semangat zaman yang menyertainya pun mungkin saja berbeda. Tetapi sekali lagi, akan selalu ada cahaya di ujung lorong yang gelap jika tetap ada sekelompok pemuda di setiap zaman yang tidak kehilangan sensitivitas dan kepeduliannya. Dua hal ini merupakan substansi dari nasionalisme yang dapat dipakai sebagai syarat minimal guna menakar nasionalisme kaum muda di setiap zaman
Pengertian Nasionalisme
Nasionalisme berasal dari kata ”Nation” dalam bahasa Inggris yang berarti bangsa. Nation dalam bahasa latin yang berarti kelahiran kembali, suku, bangsa. Bangsa adalah sekelompok orang/ iman yang mendiami wilayah tertentu dan memiliki hasrat dan kemauan bersama untuk bersatu karena adanya persamaan nasib, cita-cita, kepentingan, dan tujuan yang sama.
Sehingga Nasionalisme dapat diartikan:
a. Paham yang menempatkan kesetiaan tertinggi individu harus diserahkan kepada negara danbangsa (pengertian menurut Hans Kohn).
b. Semangat atau perasaan kebangsaan, yaitu semangat/ perasaan cinta terhadap bangsa dan tanah air.
c. Suatu sikap politik dan sosial dari kelompok-kelompok suatu bangsa yang mempunyai kesamaan kebudayaan, bangsa dan wilayah serta kesamaan cita-cita dan tujuan sehingga merasakan adanya kesetiaan mendalam terhadap kelompok bangsa itu.
Fase Terbentuknya Nasionalisme
Terbentuknya nasionalisme melalui beberapa fase, yaitu :
a. Nasionalisme awalnya muncul pada masa kerajaan Yunani, yaitu cita-cita sebagai bangsa terpilih, kenangan masa lampau, dan harapan masa depan, serta peran terdepan bangsa mereka. Sebagai bangsa pembangun peradaban.
b. Munculnya benih kesadaran
c. nasional setelah adanya peristiwa Renaissance dan Reformasi pada abad ke-14.
d. Pada abad ke-17 muncul nasionalisme di Inggris yang diikuti dengan munculnya nasionalisme di Amerika dan Perancis pada abad ke-18.
e. Pada pertengahan abad ke-19 nasionalisme semakin berkembang di Eropa dari nasionalisme yang awalnya bersifat kemanusiaan berubah menjadi agresif dan memusuhi bangsa lain. Sejak itu muncullah negara-negara yang berusaha melakukan imperialisme dan kolonialisme. Nasionalisme Eropa terjadi pada masa transisi dari masyarakat feodal ke masyarakat industri yang menghasilkan paham kapitalisme dan liberalisme.
f. Nasionalisme yang muncul di Eropa berbeda dengan nasionalisme yang muncul di Asia sebab Nasionalisme di Asia muncul sebagai reaksi terhadap kolonialisme dan imperialisme bangsa Eropa. Mereka menumbuhkan nasionalisme untuk melawan penjajahan.
g. Sementara itu nasionalisme di Indonesia terasa pengaruhnya saat perang untuk memeproleh dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Pengertian Arsip
Istilah arsip dalam bahasa Belanda disebut archief, sedang dalam bahasa Inggris archive. Namun secara etimologi, arsip sendiri berasal dari bahasa yunani Kuno arche yang mempunyai arti pemulaan, asal, tempat utama. Pada gilirannya berasal dari kata arche mengalami perkembangan menjadi kata taarchia, berarti gedung pemerintah. Kesemua perubahan dan perkembangan istilah arsip memberikan kandungan maksud kepada kita bahwa arsip merupakan persoalan serta memperoleh perhatian yang telah sangat lama sekali, serta mampu menunjukkan benang kait dengan dasar-dasar arsip sebagi cabang ilmu, hampir bersama dengan kelahiran filsafa.
Beberapa arti diatas, pada hakekatnya merupakan suatu istilah yang membutuhkan batasan dan pengertian secara hati-hati. Pada esensinya suatu informasi yang direkam dalam berbagi macam cara dan media dapat menjadi arsip, terpulang kepada pihak yang memberi batasan atau pengertian. Untuk itulah, sudah sepantasnya dalam hal ini apabila diawali dengan suatu pemahaman secara general apa yang dimaksud arsip. Dalam pembicaraan disini tentu saja pemahaman pengertian arsip dipandang sebagai naskah.
Sebagaimana yang dikutip dari Peter Walne oleh ANRI dalam Modul Manajemen Arsip Statis disebutkan bahwa arsip adalah informasi terekam dalam bentuk dan corak apapun, dibuat, diterima, dan dipelihara oleh suatu badan, institusi, organisasi dalam rangka pelaksanaan kegiatannya. Dalam perspektif hokum, arsip dapat dilihat dalam Undang-undang Nomor 7 tahun 1971 Pasal 1 huruf a dan b yang pada prinsipnya merupakan naskah-naskah yang dibuat dan diterima oleh lembaga-lembaga Negara dan badan-badan pemerintah, swasta dan perorangan dalam bentuk corak apapun, baik dalam keadaan tunggal maupun berkelompok dalam rangka pelaksanaan kegiatan pemerintah dan kehidupan berbangsa.
Dalam pasal 1 UU diatas diperoleh suatu pengertian, utamanya yang menarik perhatian adalah adanya kalimat”dalam bentuk corak apapun”. Membawa implikasi pada kandungan makna bahwa secara fisik bisa berwujud media apapun. Disusul oleh Peraturan Pemerintah No.34 tahun 1979 dinyatakan bahwa istilah arsip meliputi 3 pengertian, yaitu:

• Kumpulan naskah atau dokumen yang disimpan
• Gedung (ruang) penyimpanan naskah atau dokumen
• Organisasi atau lembaga yang mengelola dan menyimpan kumpulan naskah atau dokumen.
Pentingnya Arsip Dalam Kehidupan
Salah satu kelemahan yang mencolok dari bangsa kita adalah kurangnya perhatianterhadap dunia kearsipan termasuk penyimpanan dokumen.Bila kecenderungan pengabdian arsip dibiarkan terus masyarakat Indonesia akan mengidap penyakit” Amnnesia Kultural” . Dalam era globalisasi yang segala sesuatunya berjalan amat cepat,besar kemungkinan kita kehilangan identitas.Jati diri bangsa akan luntur. Lupaya akan masa silam yang autentik. History atau sejarah dengan gampang akan dimanipulasi menjadi His Story. Betapa tidak, dokumen super semar yang aslipun sampai sekarang belum ditemukan.
Jadi kesadaran kearsipan merupakan keadaan kepekaan perasaan seseorang dengan dukungan kefahaman yang penuh (full cognition) atau dapat diringkas dengan istilah sikap mental seseorang terhadap arsip yang dianggap penting bahkan vital karena mempunyai nilai dan manfaat sebagai pusat ingatan kegiatan perorangan maupun organisasi (karena merupakan bukti rekaman autentik kegiatan perorangan dan organisasi) yang kemudian secara aplikatif mampu megaktualisasikan kegiatan kearsipannya melalui berbagai upaya yang nyata ke arah terselamatkannya arsip sesuai fungsi dan nilai gunanya.
Sebagai memori (pusat ingatan) arsip adalah sumber informasi dan pusat organisasi. Arsip sebagai pusat informasi berarti arsip menyediakan informasi dan arsip sebagai asset organiasi berarti arsip menyediakan dokumen-dokumen. Untuk menumbuhkan kesadaran kearsipan harus dimulai semenjak arsip-arsip itu diciptakan oleh seseorang ataupun organisasi sampai arsip-arsip itu disimpan dilembaga kearsipan. Seorang yang sadar artinya arsip akan memahami betapa pentingnya arsip yang memiliki dwi fungsi yaitu yang pertama fungsi masa depan yakni arsip dapat dipakai sebagi alat persetujuan nasehat, laporan, rekomendasi, intruksi/perintah, pemberitahuan dan harapan masa depan. Yang kedua history fungtion atau fungsi masa lampau yang menyangkut jawaban persoalan masa lampau, pertanggungjawaban, fungsi masa lampau yang menyangkut pertanggungjawaban, bukti melaksanakan kegiatan, pemikiran atau pengetahuan masa lampau serta bukti informasi atau literature.
Saat ini sesungguhnya masyarakat kita mengetahui dan memahami bahwa arsip mememiliki arti penting, namun pengetahuan dan pemahaman itu belum sampai pada tingkat kesadaran untuk penyelamatandan pelestarian arsip. Upaya-upaya apa saja yang perlu dilakukan untuk menumbuhkan kesadaran kearsipan yaitu yang pertama meningkatkan fungsi pembinaan dan pemasyarakatan arsip lembaga-lembaga kearsipan baik pusat maupun daerah (provinsi dan kabupaten/kota) secara all out.yang kedua,melaksanakan pengkajian dan pengembangan kearsipan dalam rangka mempertinggi mutu penyelenggaraan kearsipan yang tentunya sekaligus dapat meningkatkan arsip dalam tataran yang “elegan” dan “stategis” tidak kalah dalam bidang tehnik maupun bidang kedokteran sekalipun. Pengelolaan arsip ditingkat kearsipan maupun diunit pengelolaan atau unit kerja pada instansi pemerintah maupun swastauntuk optimal melaksanakan penanganan arsip dinamis secara prosedural dan professional.Yang keempat,memperjelas political will atau kemampuan baik pemerintah maupun pusat serta daerah (pemerintah provinsi,kabupaten/kota) dibidang kearsipan,karena pemerintahpun berperan untuk membuat “merah,hijau,kuning,ataupun biru”.
Pembentukan Karakter Masyarakat Melalui Pendidikan dan Sejarah
Karakter sebagai suatu moral excellence atau akhlak dibangun diatas berbagai kebijakan yang pada gilirannya hanya memiliki makna ketika dilandasi atas nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat(bangsa). Karakter bangsa Indonesia adalah karakter yang dimiliki warganegara Indonesia berdasarkan tindakan-tindakan yang dinilai sebagai suatu kebijakan berdasarkan nilai yang berlaku di masyarakat dan bangsa Indonesia. Oleh karena itu, membangun karakter bangsa diarahkan pada upaya mengembangkan nilai-nilai yang mendasari suatu kebijakan sehingga menjadi suatu kepribadian diri warganegara.
Membangun, menumbuh kembangkan karakter bangsa merupakan proses yang tidak pernah berhenti. Dilakukan dari waktu ke waktu oleh suatu generasi ke generasi berikutnya sesuai kondisi zaman. Dalam perjalanan masyarakat dan bangsa Indonesia dapat kita perhatikan rekaman sejarah yang menunjukan cirri-ciri tertentu. Namun semua bermuara bagaimana mewujudkan, mempetahankan eksistensi masyarakat, bangsa dalam kehidupan secara internal maupun eksternal.
Pemahaman tentang Pancasila misalnya, merupakan hal yang sangat fundamental bagi kehidupan bangsa. Dalam konteks pendidikan contoh pada Masa Orde Lama, untuk membantu pembentukan karakter bangsa Pendidikan Budi Pekerti masuk menjadi salah satu pelajaran dalam kurikulum SD 1947. Pendidikan budi pekerti lantas digabungkan dengan Pendidikan Agama kurikulum 1964 dengan Agama/Budi pekerti. Juga ada mata pelajaran khusus tentang kewarganegaraan yang sering disebut civics. Pada masa Orde Baru, bahkan Pancasila sebagai ideologi bangsa dan dasar Negara coba dibudidayakan dengan lebih sistematis lagi dengan cara mewajibkan mengikuti Penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4).
Secara imperatif pendidikan karakter bukanlah hal baru dalam sistem pendidikan nasional kita karena tujuan pendidikan nasional dalam semua undang-undang yang pernah berlaku (UU 4/1950, 12/1954, 2/89) dengan rumusannya yang berbeda secara substantive memuat pendidikan karakter. Dalam Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional komitmen tentang pendidikan karakter tertuang dalam pasal 3 yang menyatakan bahwa “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggungjawab”. Jika dicermati semua elemen dari tujuan tersebut terkait erat dengan karakter.
Secara substantive character terdiri atas tiga operative values in action, atau tiga unjuk perilaku yang satu sama lain saling berkaitan, yakni moral knowing, moral feeling, and moral behavior. Ditegaskan lebih lanjut (Lickona,1991:51) bahwa karakter yang baik atau good character terdiri atas proses psikologis knowing the good, desiring the good, and doing the good-habit of the mind, habit of the heart, and habit of action. Ketiga substansi dan proses psikologis tersebut bermuara pada kehidupan moral dan kematangan moral individu. Dengan kata lain, karakter kita maknai sebagai kualitas pribadi baik, dalam arti tahu kebaikan, mau berbuat baik, dan nyata berprilaku baik, yang secara koheren memancar sebagai hasil dari olah piker, olah hati, olah raga, dan olah rasa dan karsa

2 comments:

wahyu ida mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Agung Atmadja mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

Posting Komentar

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | Best Buy Printable Coupons