This is featured post 1 title
Replace these every slider sentences with your featured post descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha - Premiumbloggertemplates.com.

This is featured post 2 title
Replace these every slider sentences with your featured post descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha - Premiumbloggertemplates.com.

This is featured post 3 title
Replace these every slider sentences with your featured post descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha - Premiumbloggertemplates.com.

Tampilkan postingan dengan label School Reform. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label School Reform. Tampilkan semua postingan
Minggu, 20 Januari 2013
MEMBANGUN BUDAYA SEKOLAH BERBASIS KARAKTER TERPUJI
MEMBANGUN BUDAYA SEKOLAH BERBASIS KARAKTER TERPUJI (1)
Oleh : Drs. Nur Kholiq,M.Pd
A. Pendahuluan
Dewasa
ini perhatian pemerintah dicurahkan untuk menjadikan sekolah-sekolah memiliki
kualitas yang lebih baik. Kualitas tersebut tidak saja tertuju pada kemampuan
yang bersifat kognitif, tetapi lebih dari itu adalah pada kualitas yang
bersifat afektif dan psikomotorik yang berupa aspek sikap dan perilaku. Untuk
memenuhi kepentingan tersebut, pemerintah Republik Indonesia, melalui Presiden
Susilo Bambang Yudoyono, pada tanggal 11 Mei tahun 2010; telah mencanangkan
gerakan nasional pendidikan karakter. Melalui gerakan tersebut pemerintah
berusaha mengembalikan pendidikan pada khiththahnya, yang meliputi ketiga
asepeknya, yitu kognitif, afektif, dan psikomotorik secara konsisten.
Para
pembuat kebijakan di bidang pendidikan, demikian juga dengan masyarakat secara
keseluruhan, menginginkan anak-anak yang telah selesai dari suatu jenjang
pendidikan tertentu tidak hanya memperoleh kebanggan dalam pretasi akademiknya,
tetapi lebih dari itu adalah prestasi dalam sikap dan perilakunya. Selama ini,
kekurangan dan sekaligus merupakan kelemahan dari para lulusan adalah belum
atau tidak tercapainya tuntutan yang kedua. Untuk memenuhi tuntutan tersebut,
sudah pada tempat dan waktunya, apabila sekolah-sekolah mengupayakan dan
melakukan pembudayaan karakter di lingkungannya.
Pemerintah
sekarang memang sedang giat-giatnya berbicara pentingnya pembentukan karakter.
Akan tetepi, menurut Komaruddin Hidayat (2010), tanpa budaya sekolah yang bagus
akan sulit melakukan pendidikan karakter bagi anak-anak didik kita. Jika budaya
sekolah sudah mapan, siapa pun yang masuk dan bergabung ke sekolah itu hampir
secara otomatis akan mengikuti tradisi yang telah ada. Contoh yang paling nyata
adalah budaya bersih dan hidup tertib di Singapura. Tidak hanya sebatas school
culture, di sana bahkan sudah tumbuh city culture, yang antara lain
ditandai hidup bersih, budaya antri, dan disiplin. Orang Indonesia yang tidak
terbiasa hidup bersih dan disiplin berlalu lintas, begitu masuk Singapura
tiba-tiba menjadi berubah, menyesuaikan dengan kultur yang ada. Budaya sekolah,
atau lebih luas lagi budaya pendidikan, dengan demikian menjadi pijakan yang
kuat bagi pembentukan karakter siswa.
Sebuah
budaya mengasumsikan kehidupan yang berjalan natural, tidak lagi dirasakan
sebagai beban. Karena itu, merancang budaya sekolah mesti memikirkan dan
menyiapkan pula kehidupan seni dan olahraga serta ruang kebebasan kreasi anak.
Dengan demikian, proses pendidikan dan beban kurikulum sekolah tidak dirasakan
sebagai beban, melainkan tantangan layaknya dalam sebuah permainan olahraga
yang penuh semangat, tetapi tetap ada wasit ataupun peraturan baku.Wasit yang
baik adalah kesadaran menjaga mutu permainan yang datang dari para pemain
sendiri, yaitu semua warga sekolahnya.
Masa-masa
sekolah adalah sebuah formative years, masa pembentukan karakter yang
sangat menentukan fondasi moral-intelektual seseorang seumur hidupnya.
Anak-anak yang sukses di bangku kuliah akan sangat ditentukan bagaimana
kualitas dan kebiasaan belajar serta hidupnya di usia sebelumnya. Siapa saja
anak-anak yang akan sukses di sebuah perguruan tinggi sudah mulai terbaca
dengan mengamati asal-usul sekolahnya dan hasil seleksi masuknya. Dalam hal
karakter, perguruan tinggi hanyalah kelanjutan dari apa yang sudah terbentuk
sebelumnya. Perguruan tinggi memang berhasil mewisuda mahasiswanya sebagai
seorang sarjana, namun saya ragu, benarkah sistem perkuliahan yang ada mampu
membentuk karakter seseorang?, demikian dinyatakan Komaruddin Hidayat (2010).
Pembangunan sekolah terberat justru terletak pada membangun kultur sekolah ini,
karena selain membutuhkan dana yang tidak sedikit, juga membutuhkan daya tahan
kesabaran, keuletan, persisistensi, dan konsistensi dari seluruh pemangku
kepentingan di sekolah yaitu kepala sekolah, guru, orang tua, masyarakat, dan
pemerintah.
B. Apa itu Budaya Sekolah?
Pandangan
tentang apa itu budaya sekolah sudah sejak beberapa tahun silam dilontarkan.
Pada tahun 1932 misalnya, Willard Waller (Peterson dan Deal, 2009: 8)
menyatakan bahwa setiap sekolah memunyai budayanya sendiri, yang berupa
serangkaian nilai, norma, aturan moral, dan kebiasaan, yang telah membentuk
perilaku dan hubungan-hubungan yang terjadi di dalamnya. Sementara itu, Short
dan Greer (1997) mendefinisikan budaya sekolah sebagai keyakinan, kebijakan,
norma, dan kebiasaan di dalam sekolah yang dapat dibentuk, diperkuat, dan
dipelihara melalui pimpinan dan guru-guru di sekolah. Budaya sekolah, dengan
demikian, merupakan konteks di belakang layar sekolah yang menunjukkan
keyakinan, nilai, norma, dan kebiasaan yang telah dibangun dalam waktu yang
lama oleh semua warga dalam kerja sama di sekolah. Budaya sekolah berpengaruh
tidak hanya pada kegiatan warga sekolah, tetapi juga motivasi dan semangatnya.
Para
orang tua/wali dan siswa selalu dapat mendeteksi secara tepat semangat yang ada
di sekolah. Para orang tua/wali memasukan anak-anak mereka ke suatu sekolah
pada umumnya karena mempertimbangkan dan memperhatikan budaya yang telah
tertanam di sekolah-sekolah terseut. Para siswa pun dapat dengan cepat
merasakan budaya sekolahnya karena mereka menjadi bagian dari lingkungan
sekolah tersebut. Mereka pun mengetahui dan dapat membedakan mana yang baik dan
buruk, sesuai dengan nilai, norma, dan kebiasaan yang telah berlaku di
lingkungan sekolahnya.
Para
guru dan karyawan ketika memasuki wilayah sekolah, pun segera akan menyesuaikan
diri. Mereka dengan sadar dan spontan mengikuti nilai, norma, kebiasaan,
harapan, dan cara-cara yang berlaku di sekolah. Pada saat memulai pembelajaran,
para guru pun mulai melakukan kegiatan dengan serangkaian kegiatan seperti
berdoa, menyapa keadaan siswa, menanyakan dan mendengarkan apa saja yang
menjadi harapan para siswa, dan seterusnya.
Pada
awalnya budaya sekolah dibentuk dalam jaringan yang sifatnya formal.
Serangkaian nilai, norma, dan aturan ditentukan dan ditetapkan pihak sekolah
sebagai panduan bagi warga sekolah dalam berikir, bersikap, dan bertindak.
Dalam perkembangannya, secara perlahan budaya sekolah ini akan tertanam melalui
jaringan kultural yang informal, karena sudah menjadi trade mark sekolah
yang bersangkutan. Siapa pun yang masuk ke dalam wilayah sekolah, mereka akan
dan harus menyesuaikan diri dengan budaya yang berlaku di dalamnya. Kepala
sekolah, guru, karyawan, dan siswa pada umumnya banyak berperan dalam jaringan
ini.
Hampir
semua sekolah memiliki serangkaian atau seperangkat keyakinan, nilai, norma,
dan kebiasaan yang menjadi ciri khasnya dan senantiasa disosialisasikan dan
ditransmisikan melalui berbagai media. Dengan berjalannya waktu, proses
tersebut telah membentuk suatu iklim budaya tertentu dalam lingkungan sekolah.
Iklim tersebut secara langsung menggambarkan perasaan-perasaan, dan
pengalaman-pengalaman moral yang ada di sekolah. Budaya sekolah sekali lagi
menunjukkan kompleksitas unsur keyakinan, nilai, norma, kebiasaan, bahasa, dan
tujuan-tujuan apa pun yang lebih baik. Budaya sekolah berada pada unsur yang
lebih dalam dari sekolah.
Selama
ini, sekolah telah mengembangkan dan membangun suatu kepribadian yang unik bagi
para warganya. Kepribadian ini, atau budaya ini, dimanifestasikan dalam bentuk
sikap mental, norma-norma sosial, dan pola perilaku warga sekolah. Contoh
berpikir yang sederhana tentang budaya sekolah ini dapat dilihat pada cara
mereka melakukan sesuatu. Budaya ini memengaruhi semua hal yang terjadi
sekolah. Budaya ini memengaruhi dan membebtuk cara-cara kepala sekolah, guru,
siswa, dan karyawan dalam berpikir, merasa, dan bertindak. Di Sekolah Madania,
Parung, Bogor, Jawa Barat, misalnya, para siswa sejak SMP sampai SMU memiliki
tradisi membaca buku-buku bahasa Inggris dan melakukan riset kepustakaan
melalui internet lalu dituliskan dalam sebuah paper singkat.Tradisi baca tulis
dalam bahasa Inggris ini telah membudaya sehingga beberapa alumni Madania yang
sudah kuliah baik di dalam maupun di luar negeri ketika ada tugas riset dan
menulis makalah tidak merasakannya sebagai beban yang memberatkan (Komaruddin
Hidayat, 2010).
Berikut
ini adalah beberapa aspek dari keyakinan, nilai, dan harapan sosial yang
mestinya dimiliki oleh kepala sekolah, guru, dan karyawan ;
1)
Apakah mereka
berpikir tentang „perbaikan‟ sebagai sesuatu yang penting?
2)
Apakah mereka mau
bekerja secara kolaboratif?
3)
Seberapa kuat
tingkat „kepercayaan‟ yang tumbuh di antara kepala sekolah, para guru, dan
karyawan?
4)
Apakah mereka
menyadari bahwa lingkungan sekolah bertanggung jawab terhadap pembelajaran dan
keberhasilan para siswa?
5)
Bagaimana
memotivasi mereka untuk senantiasa bekerja keras?
6)
Bagaimana
perasaan mereka ketika melihat para siswa tidak dalam performa yang baik?
7)
Bagaimana
dukungan mereka terhadap inovasi yang dilakukan sekolah?
8)
Apakah mereka
yakin bahwa semua siswa dapat belajar dengan baik dan nyaman di lingkungan
sekolah?
9)
Apakah mereka
yakin bahwa bekerja secara kolaboratif dan kerjasama tim merupakan sesuatu yang
baik?
10)
Apakah mereka
yakin bahwa standar-standar yang ditentukan pihak sekolah sudah memenuhi
syarat?
11)
Apakah mereka
menggunakan data-data yang ada untuk kepentingan pembelajaran dan keberhasilan
sekolah dan siswa?
12) Apakah mereka melihat kegiatan keseharian mereka
sebagai panggilan kerja atau ibadah?
Setiap
aspek dari sekolah dapat dibentuk dan dicetak oleh nilai-nilai simbolik
tertentu. Meskipun tidak semua aspek budaya dapat dengan mudah dibentuk oleh
seorang pemimpin, kepemimpinan dapat memberikan pengaruh yang kuat terhadap
munculnya pola budaya. Kepemimpinan secara reflektif akan membantu memperkuat
pola-pola budaya yang positif dan mengubah sesuatu yang bersifat negatif.
Budaya
merupakan jaringan yang kuat, yang meliputi keyakinan, nilai, norma, dan
kebiasaan yang memengaruhi setiap sudut kehidupan sekolah. Budaya sekolah
menyebabkan seseorang memberikan perhatian yang khusus, menyebabkan mereka
mengidentifikasikan dirinya dengan sekolah (komitmen), memberikan motivasi
kepada mereka untuk bekerja keras, dan mendorong mereka untuk mencapai tujuan
yang diinginkan sekolah.
Budaya
sekolah telah meningkatkan bahkan mempertajam perhatian dan perilaku
sehari-hari warga sekolah terhadap apa yang penting dan bernilai bagi sekolah.
Perhatian tersebut dapat dilihat pada semua kegiatan yang menjadi program dan
prioritas sekolah. Apabila yang perlu diperkuat adalah berkaitan dengan
prestasi akademik siswa misalnya, sekolah secara penuh mengarahkan perhatiannya
pada hal tersebut. Sekolah dengan sendirinya merencanakan dan mempersiapkan
segala sesuatu yang berkaitan dengan peningkatan kualitas akademik tersebut.
Sekolah akan memfokuskan waktu, tenaga, dan sumberdaya berkaitan dengan kurikulum
dan strategi pembelajaran yang akan membantu semua siswa untuk meningkatkan
prestasinya. Demikian juga, apabila program prioritas tersebut diarahkan bagi
terwujudnya karakter terpuji, semua kegiatan pendukung seperti pembelajaran (teaching),
pemodelan (modeling), dan penguatan lingkungan (reinforcing),
akan tertuju pada titik tersebut.
Budaya
sekolah akan membangun komitmen dan identifikasi diri dengan nilai-nilai,
norma-norna, dan kebiasaan-kebiasaan tertentu. Pada suatu sekolah misalnya,
setiap guru secara sadar datang pada jam 06.30 dan pulang pada jam 16.00.
Kehadiran guru yang demikian sebagai bentuk komitmen mereka terhadap budaya
yang telah berlaku di sekolah yang bersangkutan. Kebiasaan yang berlaku
tersebut telah mengikat dan menjadi bagian dari hidupnya sehingga tidak
dirasakan sebagai beban. Budaya sekolah, dengan demikian, telah membangun
komiten terhadap semua warganya.
Budaya
sekolah telah pula memperkuat dan memperjelas motivasi. Apabila sekolah
memberikan penghargaan terhadap setiap keberhasilan, usaha, dan memberikan
komitmennya, semua karyawan dan siswanya akan termotivasi untuk bekerja keras,
inovatif, dan mendukung perubahan. Di SD Muhammadiyah Condong Catur Yogyakarta
misalnya, setiap guru, karyawan, dan siswa yang berprestasi, sekecil apa pun,
akan selalu diumumkan pada saat upacara hari Senin. Cara yang dilakukan ini
ternyata telah memotivasi setiap guru, karyawan, dan siswa untuk meraih
prestasi-prestasi tertentu.
Akhirnya,
budaya sekolah juga akan mempertinggi tingkat efektivitas dan produktivitas.
Guru dan siswa akhirnya terbiasa dengan bekerja keras, memiliki komitmen yang
tinggi terhadap pencapaian yang baik, dan memperhatikan pemecahan masalah,
serta fokus terhadap pembelajaran bagi semua siswa. Pada sekolah-sekolah ini, budaya
sekolah berhasil memperkuat pemecahan masalah secara kolaboratif, perencanaan,
dan pengambilan keputusan.
Menurut
Nusyam (2011), setidaknya ada tiga budaya yang perlu dikembangkan di sekolah,
yaitu kultur akademik, kultur budaya, dan kultur demokratis. Ketiga kultur ini
harus menjadi prioritas yang melekat dalam lingkungan sekolah.
Pertama, kultur akademik. Kultur akademik memiliki ciri pada
setiap tindakan, keputusan, kebijakan, dan opini didukung dengan dasar akademik
yang kuat. Artinya merujuk pada teori, dasar hukum, dan nilai kebenaran yang
teruji, bukan pada popularitas semata atau sangkaan yang tidak memiliki dasar
empirik yang kuat. Ini berbeda dengan kultur politik atau dunia entertain.
Dengan demikian, kepala sekolah, guru, dan siswa selalu berpegang pada pijakan
teoretik dalam berpikir, bersikap dan bertindak dalam kesehariannya. Kultur
akademik tercermin pada kedisiplinan dalam bertindak, kearifan dalam bersikap,
serta kepiawaian dalam berpikir dan berargumentasi.
Kedua, kultur budaya. Kultur budaya tercermin pada
pengembangan sekolah yang memelihara, membangun, dan mengembangkan budaya
bangsa yang positif dalam kerangka pembangunan manusia seutuhnya. Sekolah akan
menjadi benteng pertahanan terkikisnya budaya akibat gencarnya serangan budaya
asing yang tidak relevan seperti budaya hedonisme, individualisme, dan
materialisme. Jika dunia luar melalui entertainment dan advertisement
sangat gencar menawarkan konsumerisme dan materialisme semata, sekolah
secara konsisten dan persisten menanamkan nilai-nilai transendental rela
berkorban dan ihlas beramal. Di sisi lain sekolah terus mengembangkan seni
tradisi yang berakar pada budaya nusantara yang dikreasi untuk dikemas dengan
modernitas dengan tetap mempertahankan keasliannya.
Ketiga, kultur demokratis. Kultur demokratis menampilkan
corak berkehidupan yang mengakomodasi perbedaan untuk secara bersama membangun
kemajuan. Kultur ini jauh dari pola tindakan disksriminatif dan otoritarianisme
serta sikap mengabdi atasan secara membabi buta. Warga sekolah selalu bertindak
objektif, transparan, dan bertanggungjawab.
C. Budaya Sekolah Berbasis
Karakter Terpuji
Meski
tidak sepenuhnya benar, mendidik anak itu dapat disamakan dengan menyemai benih
tanaman. Seseorang yang ingin menanam jenis tanaman tertentu yang benih atau
bibitnya berasal dari suatu tempat, maka orang tersebut perlu menganalisis dan
mengondisikan tanah serta cuaca yang cocok dengan tanaman tersebut. Logika yang
demikian tampaknya berlaku juga dalam dunia pendidikan meskipun bibit pohon tidak
persis sama dengan anak manusia. Banyak anak yang memiliki bakat hebat, tetapi
karena kondisi sekolahnya tidak mendukung, anak dimaksud tidak tumbuh optimal,
bakatnya terpendam, bahkan mati. Sebaliknya, anak dengan kepandaian dan bakat
yang sedang-sedang saja, tetapi karena lingkungan sekolahnya baik, anak
tersebut tumbuh sebagai anak yang mandiri dan sukses. Berdasarkan argumen di
atas, kemudian muncul formula bahwa apa yang disebut school culture sangat
vital perannya bagi sebuah proses pendidikan, demikian menurut Komaruddin
Hidayat (2010).
Banyak
nilai yang dapat dan harus dibangun di sekolah. Sekolah adalah laksana taman
atau lahan yang subur tempat menyemaikan dan menanam benih-benih nilai
tersebut. Pemerintah sendiri telah membuat grand design pendidian
karakter dengan menempatkan empat nilai utama yang harus ditanamkan di sekolah.
Keempat nilai tersebut adalah: (1) Jujur dan bertanggung jawab (cerminan dari
olah hati); (2) Cerdas (cerminan dari olah pikir); (3) Sehat dan bersih
(cerminan dari olah raga); dan (4) Peduli dan kreatif (cerminan dari olah
rasa).
Sementara
itu, Lickona (2004) menyebutkan adanya sepuluh nilai utama yang bisa ditanamkan
oleh pihak sekolah . Kesepuluh nilai itu adalah sebagai berikut ;
1. Kebijaksanaan/Bijaksana (wisdom):
a. Keputusan yang baik; kemampuan untuk membuat keputusan
yang masuk akal (good judgment).
b. Memiliki pengetahuan dan kemampuan mengenai bagaimana
caranya mempraktikkan nilai-nilai kebaikan.
c. Memiliki kemampuan untuk menentukan skala prioritas
dalam hidup (ability to set priorities).
2. Keadilan atau adil (justice):
a.
Kejujuran (fairness, mengikuti aturan).
b.
Rasa hormat (respect).
c.
Bertanggungjawab (responsibility).
d.
Tulus (honesty).
e.
Kesopanan (Courtesy/civility).
f.
Toleransi (tolerance).
3. Daya tahan (fortitude):
a.
Keberanian (courage).
b.
Elastisitas, daya lenting (resilience).
c.
Kesabaran (patience).
d.
Kegigihan, ketabahan hati (perseverance).
e.
Daya tahan, kesabaran (endurance).
f.
Percaya-diri (self-confidence).
4. Kontrol-diri (self-control):
a. Disiplin-diri (self-discipline).
b. Kemampuan untuk mengelola
emosi dan dorongan diri.
c. Kemampuan untuk menunda
kesenangan (to delay gratification) atau tidak cepat puas diri.
d. Kemampuan untuk melawan atau
tahan terhadap godaan (to resist temptation).
e. Moderat (moderation).
f. Kemampuan menjaga
kecenderungan seksnya (sexual self-control).
5. Cinta (love):
a.
Mengenali pikiran, perasaan, dan sikap orang lain (empathy).
b.
Memiliki rasa iba (compassion).
c.
Ramah dan penuh kasih sayang (kindness).
d.
Murah hati (generosity).
e.
Mudah menolong atau membantu (service).
f.
Setia (loyalty).
g.
Cinta tanah air (patriotism).
h.
Pemaaf (forgiveness).
6. Sikap positif (positive
attitude):
a. Penuh harapan (hope).
b. Bersemangat (enthusiasm).
c. Lentur, dapat berubah dengan mudah (flexibility).
d. Memiliki rasa humor (sense of humor).
7. Kerja Keras (hard works):
a.
Memiliki prakarsa (initiative).
b.
Tekun atau rajin (diligence).
c.
Penetapan atau perencanaan yang matang (good-setting).
d.
Kecerdikan atau kecerdasan (resourcefulness).
8. Kepribadian yang utuh (integritiy):
a. Mengikuti prinsip-prinsip moral (adhering to
moral principle).
b. Kesetiaan terhadap kata-hati (faithfulness to a
correctly formed conscience).
c. Menjaga perkataan atau satunya kata dan perbuatan (keeping
one's word).
d. Konsisten secara etik (ethical consistency).
e. Tulus atau Ihlas (being honest with oneself).
9. Perasaan berterima kasih (gratitude):
a. Kebiasaan berterima kasih (the
habit of being thankfull; appreciating one's blessings).
b. Kemampuan menghargai orang
lain (acknowledging one's debts to others).
c. Tidak suka komplain (not
complaining) atau tidak mudah menuduh.
10. Kerendah hati (humility):
a. Sadar-diri atau tahu diri (self-awarness).
b. Mau mengakui kesalahan dan bertanggung jawab (willingness
to mistakes and responsibility to them).
c. Keinginan untuk menjadi lebih baik (the desire
to become a better person).
Selanjutnya
Lickona (1998:53) menyebutkan adanya sebelas prinsip yang efektif dalam
menanamkan nilai-nilai karakter tersebut di atas, yaitu sebagai berikut ;
1. Memromosikan nilai-nilai pritoritas atau inti (seperti
sifat peduli, tulus (honesty), jujur (fairness), bertanggung
jawab, terbuka, rasa hormat kepada diri sendiri dan orang lain) dan mendukung
implementasi nilai-nilai tersebut sebagai dasar bagi karakter yang baik.
2. Mendefinisikan 'karakter' secara komprehensif yang
meliputi aspek pemikiran, perasaan, dan perilaku.
3. Menggunakan pendekatan yang komprehensif, mendalam,
dan proaktif terhadap implementasi dan pengembangan karakter.
4. Menciptakan komunitas sekolah yang peduli.
5. Memberikan peluang kepada para siswa untuk melakukan
tindakan moral.
6. Menyusun kurikulum yang bermakna dan menghargai semua
siswa, mengembangkan karakter mereka, dan membantunya untuk mencapai
keberhasilan.
7. Berusaha keras untuk memelihara motivasi diri para
siswa.
8. Melibatkan semua warga sekolah sebagai komunitas
belajar dan moral yang bersama-sama bertanggung jawab terhadap implementasi dan
pengembangan karakter, dan berusaha untuk mentaati nilai-nilai prioritas atau
inti yang sama yang akan menjadi teladan bagi para siswa.
9. Memelihara kepemimpinan moral secara bersama-sama dan
mendukung inisiatif pendidikan karakter.
10. Melibatkan anggota keluarga dan masyarakat sebagai
patner dalam usaha membangun karakter.
11. Menekankan karakter sekolah dan menempatkan komponen
sekolah (kepala sekolah, guru, dan karyawan) berfungsi sebagai guru dan teladan
bagi pembentukan karakter, hingga sampai kepada para siswa dalam mewujudkan
karakter yang baik.
Bersambung ....
Senin, 02 April 2012
PEDOMAN PELAKSANAAN PENDIKAR
BAB I
PENTINGNYA PENDIDIKAN KARAKTER
A. Hakikat Pendidikan Karakter
RPJPN (2005-2015) : Pendidikan karakter ditempatkan sebagai landasan untuk mewujudkan visi pembangunan nasional, yaitu “mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila.”
UUSPN (Nomor 20 Tahun 2003) : Fungsi dan tujuan pendidikan nasional, yaitu “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Rencana Aksi Nasional Pendidikan Karakter (2010): pendidikan karakter disebutkan sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik & mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.
Pendidikan karakter bukan sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah, lebih dari itu, pendidikan karakter menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal mana yang baik sehingga peserta didik menjadi paham (kognitif) tentang mana yang benar dan salah, mampu merasakan (afektif) nilai yang baik dan biasa melakukannya (psikomotor). Dengan kata lain, pendidikan karakter yang baik harus melibatkan bukan saja aspek “pengetahuan yang baik (moral knowing), akan tetapi juga “merasakan dengan baik atau loving good (moral feeling), dan perilaku yang baik (moral action). Pendidikan karakter menekankan pada habit atau kebiasaan yang terus-menerus dipraktikkan dan dilakukan.
B. Tujuan, Fungsi dan Media Pendidikan karakter
Pendidikan karakter pada intinya bertujuan membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan yang Maha Esa berdasarkan Pancasila.
Pendidikan karakter berfungsi (1) mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik; (2) memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang multikultur; (3) meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia.
Pendidikan karakter dilakukan melalui berbagai media yang mencakup keluarga, satuan pendidikan, masyarakat sipil, masyarakat politik, pemerintah, dunia usaha, dan media massa.
C. Nilai-nilai Pembentuk Karakter
Nilai prakondisi (the existing values) : Takwa, Bersih, Rapih, Nyaman, dan Santun.
Nilai Penguatan:
18 nilai yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional, yaitu: (1) Religius, (2) Jujur, (3) Toleransi, (4) Disiplin, (5) Kerja keras, (6) Kreatif, (7) Mandiri, (8) Demokratis, (9) Rasa Ingin Tahu, (10) Semangat Kebangsaan, (11) Cinta Tanah Air, (12) Menghargai Prestasi, (13) Bersahabat/Komunikatif, (14) Cinta Damai, (15) Gemar Membaca, (16) Peduli Lingkungan, (17) Peduli Sosial, & (18) Tanggung Jawab.
Pengembangan Awal:
Bersih, rapih, nyaman, disiplin, sopan dan santun.
D. Proses Pendidikan Karakter
Proses pendidikan karakter didasarkan pada totalitas psikologis yang mencakup seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, psikomotorik) dan fungsi totalitas sosiokultural dalam konteks interaksi dalam keluarga, satuan pendidikan, dan masyarakat.
BAB II
STRATEGI PENDIDIKAN KARAKTER
A. Strategi di Tingkat Satuan Pendidikan
Strategi pelaksanaan pendidikan karakter di satuan pendidikan merupakan suatu kesatuan dari program manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah yang terimplementasi dalam pengembangan, pelaksanaan dan evaluasi kurikulum oleh setiap satuan pendidikan. Strategi tersebut diwujudkan melalui pembelajaran aktif dengan penilaian berbasis kelas disertai dengan program remidiasi dan pengayaan.
1. Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran dalam kerangka pengembangan karakter peserta didik dapat menggunakan pendekatan kontekstual sebagai konsep belajar dan mengajar yang membantu guru dan peserta didik mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata, sehingga peserta didik mampu untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka. Dengan begitu, melalui pembelajaran kontekstual peserta didik lebih memiliki hasil yang komprehensif tidak hanya pada tataran kognitif (olah pikir), tetapi pada tataran afektif (olah hati, rasa, dan karsa), serta psikomotor (olah raga).
Pembelajaran kontekstual mencakup beberapa strategi, yaitu: (a) pembelajaran berbasis masalah, (b) pembelajaran kooperatif, (c) pembelajaran berbasis proyek, (d) pembelajaran pelayanan, dan (e) pembelajaran berbasis kerja.
Kelima strategi tersebut dapat memberikan nurturant effect pengembangan karakter peserta didik, seperti: karakter cerdas, berpikir terbuka, tanggung jawab, rasa ingin tahu.
2. Pengembangan Budaya Sekolah dan Pusat Kegiatan Belajar
Pengembangan budaya sekolah dan pusat kegiatan belajar dilakukan melalui kegiatan pengembangan diri, yaitu:
a. Kegiatan rutin
Kegiatan rutin yaitu kegiatan yang dilakukan peserta didik secara terus menerus dan konsisten setiap saat. Misalnya kegiatan upacara hari Senin, upacara besar kenegaraan, pemeriksanaan kebersihan badan, piket kelas, shalat berjamaah, berbaris ketika masuk kelas, berdo’a sebelum pelajaran dimulai dan diakhiri, dan mengucapkan salam apabila bertemu guru, tenaga pendidik, dan teman.
b. Kegiatan spontan
Kegiatan yang dilakukan peserta didik secara spontan pada saat itu juga, misalnya, mengumpulkan sumbangan ketika ada teman yang terkena musibah atau sumbangan untuk masyarakat ketika terjadi bencana.
c. Keteladanan
Merupakan perilaku dan sikap guru dan tenaga kependidikan dan peserta didik dalam memberikan contoh melalui tindakan-tindakan yang baik sehingga diharapkan menjadi panutan bagi peserta didik lain. Misalnya nilai disiplin, kebersihan dan kerapihan, kasih sayang, kesopanan, perhatian, jujur, dan kerjakeras.
d. Pengkondisian
Pengkondisian yaitu penciptaan kondisi yang mendukung keterlaksanaan pendidikan karakter, misalnya kondisi toilet yang bersih, tempat sampah, halaman yang hijau dengan pepohonan, poster kata-kata bijak yang dipajang di lorong sekolah dan di dalam kelas.
3. Kegiatan ko-kurikuler dan atau kegiatan ekstrakurikuler
Demi terlaksananya kegiatan ko-kurikuler dan ekstrakurikuler yang mendukung pendidikan karakter, perlu didukung dengan dengan perangkat pedoman pelaksanaan, pengembangan kapasitas sumber daya manusia dalam rangka mendukung pelaksanaan pendidikan karakter, dan revitalisasi kegiatan ko dan ekstrakurikuler yang sudah ada ke arah pengembangan karakter.
B. Penambahan Alokasi Waktu Pembelajaran
Penambahan alokasi waktu pembelajaran dapat dilakukan, misalnya:
1. Sebelum pembelajaran di mulai atau setiap hari seluruh siswa diminta membaca surat-surat pendek dari kitab suci, melakukan refleksi (masa hening) selama 15 s.d 20 menit.
2. Di hari-hari tertentu sebelum pembelajaran dimulai dilakukan kegiatan muhadarah (berkumpul dihalaman sekolah) selama 35 menit. Kegiatan itu berupa baca Al-Quran dan terjemahan, maupun siswa berceramah dengan tema keagamaan sesuai dengan kepercayaan masing-masing dalam beberapa bahasa (bahasa Indonesia, bahasa Inggris, dan bahasa Daerah, serta bahasa asing lainnya), kegiatan ajang kreatifitas seperti: menari, bermain musik dan baca puisi. Selain itu juga dilakukan kegiatan bersih lingkungan dihari Jum’at atau Sabtu (Jum’at/Sabtu bersih).
3. Pelaksanaan ibadah bersama-sama di siang hari selama antara 30 s.d 60 menit.
4. Kegiatan-kegiatan lain diluar pengembangan diri, yang dilakukan setelah jam pelajaran selesai.
5. Kegiatan untuk membersihkan lingkungan sekolah sesudah jam pelajaran berakhir berlangsung selama antara 10 s.d 15 menit.
C. Penilaian Keberhasilan
Untuk mengukur tingkat keberhasilan pelaksanaan pendidikan karakter di satuan pendidikan dilakukan melalui berbagai program penilaian dengan membandingkan kondisi awal dengan pencapaian dalam waktu tertentu. Penilaian keberhasilan tersebut dilakukan melalui langkah-langkah berikut:
1. Menetapkan indikator dari nilai-nilai yang ditetapkan atau disepakati
2. Menyusun berbagai instrumen penilaian
3. Melakukan pencatatan terhadap pencapaian indikator
4. Melakukan analisis dan evaluasi
5. Melakukan tindak lanjut
BAB III
PENGEMBANGAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN
A. Komponen KTSP
Pendidikan karakter merupakan satu kesatuan program kurikulum satuan pendidikan. Oleh karena itu program pendidikan karakter secara dokumen diintegrasikan ke dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Dengan kata lain, pendidikan karakter harus tertera dalam KTSP mulai dari visi, misi, tujuan, struktur dan muatan kurikulum, kalender pendidikan, silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).
B. Tahapan Pengembangan
Pelaksanaan pendidikan karakter di satuan pendidikan perlu melibatkan seluruh warga satuan pendidikan, orangtua siswa, dan masyarakat sekitar. Prosedur pengembangan kurikulum yang mengintegrasikan pendidikan karakter di satuan pendidikan dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:
1. Melaksanakan sosialisasi pendidikan karakter dan melakukan komitmen bersama antara seluruh komponen warga sekolah (tenaga pendidik dan kapendidikan serta komite sekolah).
2. Membuat komitmen dengan semua stakeholder (seluruh warga sekolah, orang tua siswa, komite, dan tokoh masyarakat setempat) untuk mendukung pelaksanaan pendidikan karakter.
3. Melakukan analisis konteks terhadap kondisi sekolah (internal dan eksternal) yang dikaitkan dengan nilai-nilai karakter yang akan dikembangkan pada satuan pendidikan yang bersangkutan. Analisis ini dilakukan untuk menetapkan nilai-nilai dan indikator keberhasilan yang diprioritaskan, sumber daya, sarana yang diperlukan, serta prosedur penilaian keberhasilan.
4. Menyusun rencana aksi sekolah berkaitan dengan penetapan nilai-nilai pendidikan karakter.
5. Membuat perencanaan dan program pelaksanaan pendidikan karakter, yang berisi:
• Pengintegrasian melalui pembelajaran
• Penyusunan mata pelajaran muatan lokal
• Kegiatan lain
• Penjadwalan dan penambahan jam belajar di sekolah
6. Melakukan pengkondisian, seperti:
• Penyediaan sarana
• Keteladanan
• Penghargaan dan pemberdayaan
7. Melakukan penilaian keberhasilan dan supervisi
Untuk keberlangsungan pelaksanaan pendidikan karakter perlu dilakukan penilaian keberhasilan dengan menggunakan indikator-indikator berupa perilaku semua warga dan kondisi sekolah/instansi yang teramati.
Penilaian ini dilakukan secara terus menerus melalui berbagai strategi. Supervisi dilakukan mulai dari menelaah kembali perencanaan, kurikulum, dan pelaksanaan semua kegiatan yang berkaitan dengan pendidikan karakter, yaitu:
• Implementasi program pengembangan diri berkaitan dengan pengembangan nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa dalam budaya sekolah
• Kelengkapan sarana dan prasarana pendukung implementasi pengembangan nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa
• Implementasi nilai dalam pembelajaran
• Implementasi belajar aktif dalam pembelajaran
• Ketercapaian Rencana Aksi Sekolah berkaitan dengan penerapan nilai-nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa
• Penilaian penerapan nilai pendidikan karakter dan budaya bangsa pada pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik (sebagai kondisi akhir)
• Membandingkan kondisi awal dengan kondisi akhir dan merancang program lanjutan.
8. Melakukan penyusunan KTSP yang memuat pengembangan nilai-nilai pendidikan
karakter dan budaya bangsa.
• Mendata kondisi dokumen awal (mengidentifikasi nilai-nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa dalam dokumen I)
• Merumuskan nilai-nilai pendidikan karakter dan budaya bangsa di dalam (latar belakang pengembangan KTSP, Visi, Misi, Tujuan Sekolah, Struktur dan Muatan Kurikulum, Kalender Pendidikan, dan program Pengembangan Diri)
• Mengitengrasikan nilai-nilai pendidikan karakter dan budaya bangsa dalam dokumen II (silabus dan RPP)
BAB IV
PELAKSANAAN PENDIDIKAN KARAKTER (BEST PRACTICE)
TINGKAT PAUD
TINGKAT SD
TINGKAT SMP

TINGKAT SMA (SMA Negeri 4 Kota Balikpapan - Kalimantan Timur)
Pada saat ini, SMA Negeri 4 Kota Balikpapan sudah memiliki dokumen kurikulum (Dokumen I dan II) dengan mengembangkan sendiri dan telah mengintegrasikan di dalamnya nilai-nilai pembentuk karakter.
1. Prosedur Pengembangan Pendidikan Kurikulum di Satuan Pendidikan
Pendidikan karakter direalisasikan dalam seluruh kegiatan di SMA Negeri 4 Kota Balikpapan. Adapun pelaksanaannya dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
• Memilih dan menentukan nilai-nilai yang diprioritaskan untuk dikembangkan berdasarkan hasil analisis konteks dengan mempertimbangkan ketersediaan sarana dan kondisi yang ada.
• Kepala sekolah melakukan sosialisasi ke semua warga sekolah (pendidik, tenaga kependidikan, peserta didik, komite sekolah, dan orang tua peserta didik) agar semua warga sekolah memiliki komitmen bersama untuk merealisasikan pembentukkan karakater melalui nilai-nilai yang diprioritaskan.
• Merevisi dokumen I yang telah dimiliki dengan mengintegrasikan nilai-nilai pendidikan karakter yang menjadi prioritas di sekolah tersebut.
• Merevisi dokumen II yang meliputi silabus dan rpp dengan mengintegrasikan nilai-nilai pembentuk karakter.
• Melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan silabus dan RPP yang telah diintegrasikan nilai-nilai pembentuk karakter.
• Melakukan pembiasaan dalam bentuk perilaku dan kegiatan yang mencerminkan dari nilai-nilai pendidikan karakter yang menjadi prioritas dari SMA Negeri 4 Balikpapan.
2. Perencanaan dan Pelaksanaan Pendidikan Karakter
a. Bentuk integrasinya.
Nilai-nilai pendidikan karakter terintegrasi di seluruh mata pelajaran dan termasuk muatan lokal sesuai dengan kekhasannya. Di dalam silabus nilai-nilai pendidikan karakter tercantum di dalam kegiatan pembelajaran.
Sedangkan di dalam pengembangan diri pendidikan karakter diimplementasikan dalam program bimbingan konseling dan ekstrakurikuler. Dalam program ekstrakurikuler melalui beberapa kegiatan seperti kepramukaan, UKS dan PMR, olahraga prestasi, kerohanian, seni budaya/sanggar seni, kepemimpinan.
Sementara untuk kegiatan tidak terprogram pendidikan karakter dilakukan melalui pembiasaan rutin, spontan, dan keteladanan. Secara rinci sebagai berikut:
1) Pembiasaan Rutin, yaitu kegiatan yang dilakukan terjadwal, meliputi : upacara bendera, senam, doa bersama, ketertiban, pemeliharaan kebersihan (Jumat Bersih), kesehatan diri.
2) Pembiasaan Spontan, yaitu kegiatan tidak terjadwal dalam kejadian khusus, meliputi : pembentukan perilaku memberi senyum, salam, sapa, membuang sampah pada tempatnya, budaya antri, mengatasi silang pendapat (pertengkaran), saling mengingatkan ketika melihat pelanggaran tata tertib sekolah, kunjungan rumah, kesetiakawanan sosial, anjangsana.
3) Pembiasaan Keteladanan, adalah kegiatan dalam bentuk perilaku sehari-hari, meliputi : berpakaian rapi, berbahasa yang baik, rajin membaca, memuji kebaikan dan keberhasilan orang lain, datang tepat waktu.
Pelaksanaan pendidikan karakter di SMA Negeri 4 Kota Balikpapan juga dilakukan melalui aktifitas sebagai berikut:
1) Kegiatan Rutin
Nilai-Nilai Budaya dan Karakter Bangsa yang Dikembangkan | Bentuk Pelaksanaan Kegiatan |
Religius |
|
Kedisiplinan |
|
Peduli Lingkungan | Lingkungan sekolah bersih
Kelas Bersih
|
Peduli Sosial |
|
Kejujuran |
|
Cinta Tanah Air |
|
2) Kegiatan Spontan
Nilai-Nilai Budaya dan Karakter Bangsa yang Dikembangkan | Bentuk Pelaksanaan Kegiatan |
Religius |
|
Kedisiplinan |
|
Peduli Lingkungan |
|
Peduli Sosial |
|
Kejujuran |
|
3) Kegiatan Keteladanan
Nilai-Nilai Budaya dan Karakter Bangsa yang Dikembangkan | Bentuk Pelaksanaan Kegiatan |
Religius |
|
Kedisiplinan |
|
Peduli Lingkungan |
|
Peduli Sosial |
|
Kejujuran |
|
Cinta Tanah Air |
|
b. Dalam hal penerapan nilai-nilai pembentuk karakter, sekolah ini menerapkan kebijakan untuk tidak menambah jumlah jam pelajaran khusus.
c. Kalender Akademik
Pada kalender akademik di SMA Negeri 4 Balikpapan periode tahun pembelajaran 2010/2011 terdapat beberapa kegiatan seperti ;
1) menyelenggarakan lomba memperingati HUT Kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 1 – 3 Agustus 2010.
2) upacara HUT RI pada tanggal 17 Agustus 2010
3) pesantren ramadhan dari tanggal 18 – 31 Agustus 2010
4) pemilihan ketua OSIS masa bhakti 2010-2011 pada tanggal 25 September 2010
5) menyelenggarakan sholat idhul adha pada tanggal 17 November 2010
6) melaksanakan pemotongan dan membagikan hewan kurban pada tanggal 18 November 2010
7) menyelenggarakan Diklat Kepemimpinan OSIS masa bhakti 2010 – 2011
8) menyelenggarakan acara peringatan hari Natal tanggal 25 Desember 2010
9) mengadakan lomba dalam acara peringatan hari Kartini tanggal 21 April 2011
10) upacara peringatan hari pendidikan nasional tanggal 2 Mei 2011
11) upacara peringatan hari kebangkitan nasional tanggal 20 Mei 2010
Selain itu, kegiatan dalam bentuk pembiasaan juga dilakukan dengan keterangan waktu pelaksanaan dan para penanggung jawab dari kegiatan seperti yang yang tercantum di dalam tabel di bawah ini.
b. Pengkondisian
Untuk menerapkan pendidikan karakter, SMA Negeri 4 Balikpapan membuat kebijakan sekolah untuk mendukung keberhasilan pelaksanaan program ini. Adapun bentuk kebijakan sekolah antara lain melalui penghargaan dan pemberdayaan, menyediakan peralatan kebersihan.
a. Penghargaan dan Pemberdayaan.
Bentuk penghargaan yang diberikan pihak sekolah kepada peserta didik adalah dalam lomba kebersihan kelas. Penilaian kebersihan dilakukan sekolah setiap minggu. Jika dalam rentang waktu 1 (satu) bulan ada kelas yang mendapatkan juara paling bersih dan rapi sebanyak 2 kali berturut-turut, maka kelas tersebut akan mendapatkan “hadiah” yang berupa alat-alat kebersihan seperti sapu, kain pel, pengki, tempat sampah. Dimana hadiah tersebut akan disampaikan ketika ada upacara bendera di hari Senin.
Adapun, sebagai bentuk Punishment di SMA Negeri 4 Balikpapan adalah:
1) Pukul 07.15 semua siswa harus sudah berada di sekolah dengan toleransi 15 menit. Siswa pulang sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. Bagi siswa yang melanggar diberikan sanksi berupa membersihkan lingkungan sekolah.
2) Jam 07.15 semua guru harus sudah berada di sekolah. Bagi guru yang tidak hadir tepat waktu diberikan teguran dan pulang sesuai jadwal yang ditentukan (Senin – Kamis pukul 14.00, Jumat pukul 11.30 dan Sabtu pukul 13.15).
3) Kerapian dan kebersihan pakaian, dicek setiap hari oleh seluruh guru, diawali oleh guru jam pertama. Siswa yang tidak berpakaian rapi diminta merapikannya dan diberitahu cara berpakaian rapi. (kriteria rapi yaitu baju dimasukkan, atribut lengkap, menggunakan kaos kaki dan sepatu yang ditentukan)
4) Kerapian rambut, dicek setiap hari oleh seluruh guru, panjang ukuran rambut tidak boleh kena telinga dan krah baju. Apabila menemukan siswa yang rambutnya tidak sesuai dengan aturan yang ditetapkan, maka diminta untuk mencukur rambut dan diberi tenggang waktu tiga hari, sekiranya masih membandel maka rambut yang bersangkutan akan dipotong oleh guru/petugas yang ditunjuk oleh sekolah.
5) Memberikan sanksi pada siswa yang punya kebiasaan membuang sampah sembarangan.
b. SMA Negeri 4 Balikpapan sudah menyediakan berbagai sarana untuk mendukung pengembangan nilai-nilai Pendidikan Karakter. Sarana yang dimaksud adalah peralatan kebersihan seperti sapu, kain pel, ember, pengki, dan tempat sampah.
c. Penilaian keberhasilan dan tindak lanjut :
a. Perilaku (kepala sekolah, tenaga pendidik, kependidikan, dan peserta didik)
1) Kepala sekolah
a) Hadir pagi jam 06.45 dan langsung mengawasi kehadiran siswa maupun guru dan staf.
b) Mengerjakan tugas-tugas manajerial.
c) Mengkoordinasikan para wakil yang membidanginya.
2) Guru/Petugas BP
1) Semua guru yang mengajar jam pertama sudah siap pada pukul 07.00.
2) Guru piket telah siap jam 06.30 dengan catatan-catatan yang diperlukan.
3) Bagi guru yang tidak mengajar mulai jam pertama kehadirannya berselang 30 menit ( 3 guru), 45 menit (2 guru) setelah jam 07.15
4) Setelah datang guru langsung mempersiapkan sesuai dengan tupoksinya.
5) Guru piket tiap hari ada 2 (dua) orang.
3) Pegawai/Staf TU
1) Kehadirannya rata-rata lebih dari jam 07.30.
2) Mengerjakan sesuai dengan job diskripsinya dan tupoksinya.
4) Peserta Didik
1) Sebelum mulai pelajaran pada jam 07.15 diadakan berdoa secara keseluruhan warga sekolah selama 5 menit.
2) Kehadiran siswa yang terlambat diperkirakan 0,6 % untuk hari tersebut di atas.
3) Ketidak hadiran siswa saat itu diperkirakan 0,3 %
4) Ketika sampai di pintu gerbang siswa yang bertemu dengan guru/pegawai/kepala sekolah bersalaman dan cium tangan.
5) Siswa yang ijin keluar pagar sekolah mengenakan label/bedge khusus.
6) Siswa yang terlambat lebih 5 menit dikenakan sanksi untuk dibina melalui kebersihan dengan memungut sampah yang masih ada.
b. Sarana dan Prasarana
1) Sarana tempat cuci tangan kondisi terakhir sudah dipasang semuanya pada tempat yang telah ditentukan.
2) Kelengkapan UKS kondisi terakhir sudah lengkap dengan perlengkapan yang
diperlukan.
3) Ruang laboratorium masih menggunakan kelas, karena kondisi darurat.
c. Situasi Sekolah
1) Kebersihan terawat oleh petugas dan keterlibatan siswa secara langsung dan bagi
yang terlambat lebih dari 15 menit maka siswa diberikan tugas memungut daun-
daun yang baru gugur dari pohonnya atau ada sampah kecil yang belum terambil.
2) Ruang Kepala sekolah, Ruang Guru, Ruang Tata Usaha, ruang kelas kondisinya
bersih dan rapi.
3) Toilet : Ruang Kepala Sekolah, Ruang BK, Ruang UKS, Ruang Mushola terawat
bersih.
4) Halaman Parkir Motor bersih dan penataan kendaraan rapi.
5) Halaman sekolah terlihat hijau dan pohon-pohon dirawat dengan baik.
d. Tindak Lanjut dari program pendidikan karakter ini, SMA Negeri 4 Balikpapan
berencana akan terus meningkatkan pencapaian program ini melalui penambahan
program kegiatan, menambah jumlah indikator pencapaian, dan menambah jumlah
nilai-nilai yang diprioritaskan dari sekolah ini.
