Cari Blog Ini

Rabu, 01 Februari 2012

MENGGAGAS GURU PROFESIONAL YANG BERKARAKTER

Oleh : Drs. Nur Kholiq,M.Pd *)


PENDAHULUAN
     Tanpa terasa usia hari guru kita pada bulan Nopember 2011 ini sudah sangat udzur (65 tahun). Tetapi harapan, keinginan dan kenyataan yang ada masih sangat jauh dari idealisme yang di inginkan. Padahal dengan usia yang sebanyak itu dan perhatian yang besar dari pemerintah dengan program sertifikasi guru mestinya tidaklah demikian.
     Dalam kerangka merefleksikan harapan besar dari pemerintah dan masyarakat untuk mewujudkan sosok guru yang profesionalisme sembari dengan memadukan trend pendidikan sekarang yang berbasis pendidikan karakter, maka tidaklah terlalu berlebihan apabila mengangkat judul “Menggagas Guru Profesional yang Berkarakter”.
     Melalui judul tersebut kita akan mecoba mengelaborasi tentang bagaimana urgensi dan peran guru yang sesungguhnya serta bagaimana kenyataan yang terjadi dilapangan. Selanjutnya berdasarkan formulasi yang ada dapat merekonstruksi sosok guru ideal yang berkarakter dan bagaimana cara-cara yang dapat ditempuh untuk mewujudkanya.

URGENSI DAN PERAN GURU

Pembahasan mengenai guru selalu menarik, karena ia adalah kunci pendidikan. Artinya, jika guru sukses, kemungkinan besar murid-muridnya akan sukses.
Guru adalah figur inspirator dan motivator murid dalam mengukir masa depannya. Jika guru mampu menjadi sumber inspirasi dan motivasi bagi anak didiknya, maka hal itu akan menjadi kekuatan anak didik dalam mengejar cita-citanya di masa depan.
Peran guru sangat vital bagi pembentukan kepribadian, cita-cita, dan visi misi yang menjadi impian hidup anak didiknya di masa depan. Di balik kesuksesan murid, selalu ada guru yang memberikan inspirasi dan motivasi besar pada dirinya, sebagai sumber stamina dan energi untuk selalu belajar dan bergerak mengejar ketertinggalan, menggapai kemajuan, menorehkan prestasi spektakuler dan prestisius dalam panggung sejarah kehidupan manusia.
Di sinilah urgensi melahirkan guru-guru berkualitas, guru-guru yang ideal dan inovatif, dan berkarakter mulia yang mampu membangkitkan semangat besar dalam diri anak didik untuk menjadi aktor perubahan peradaban dunia di era global ini.
Kalau guru-guru yang berinteraksi langsung dengan murid kurang professional, kreatif, dan produktif, maka anak didik akan lahir sebagai kader penerus bangsa yang malas, suka mengeluh, dan pesimis dalam menghadapi masa depan. Tidak ada etos dan spirit perjuangan yang membara dalam dadanya. Ia lebih suka menikmati hidup yang hedonis dan konsumtif dari pada capek-capek belajar dan mengejar cita-cata mulia yang melelahkan dan membutuhkan perjalanan panjang yang berliku.
Jika demikian, masa depan bangsa ini akan semakin terancam. Bangsa ini akan menjadi kuli di negeri sendiri. Menjadi bangsa yang tidak menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki skills entrepreneurship yang rendah, jiwa kemandirian dan semangat berkompetisi yang tidak terbangun. Kekayaan sumber daya alam semakin dieksploitasi bangsa asing dengan kompensasi yang sangat rendah. Kemiskinan, pengangguran, dan ketidakadilan terjadi dimana-mana. Perlahan, bangsa ini akan semakin mundur dan terbelakang.
Oleh karena itu, munculnya guru-guru yang berkualitas menjadi kebutuhan pokok yang tidak bisa ditunda-tunda lagi untuk mengubah masa depan bangsa kearah kemajuan pesat di segala aspek kehidupan. Gurulah yang diharapkan seluruh elemen bangsa ini untuk mengubah nasib bangsa besar ini menjadi bangsa yang disegani bangsa-bangsa lain di dunia, karena prestasi besarnya. Lalu, siapa yang pantas disebut guru yang berkualitas ini?. Bukan hanya berkualitas tetapi juga berkarakter mulia. Sebab guru yang berkarakter mulia akan mampu menularkan karakter yang baik kepada para peserta didiknya. Bila guru tak memiliki karakter yang baik, maka akan jadi apa para peserta didiknya kelak. Bisa jadi, gayus-gayus baru akan merajalela di negeri ini.



KONDISI RIIL DI LAPANGAN

Belum sempurna rasanya kalau membahas pendidikan belum berbicara tentang guru, karena figur yang satu ini sangat menentukan maju mundurnya pendidikan. Dalam kondisi yang bagaimanapun guru tetap penting, karena peran guru tidak seluruhnya dapat digantikan dengasn teknologi. Bagaimanapun canggihnya komputer, tetap saja bodoh dibandingkan dengan guru, karena komputer tidak dapat diteladani, bahkan bisa menyesatkan jika pengunaannya tanpa ada kontrol. Fungsi kontrol ini pulalah yang memposisikan figur guru tetap penting.
Meskipun demikian, kita harus memiliki kriteria tentang guru, sebab dalam kenyataannya tidak semua guru penting, bahkan banyak guru yang menyesatkan perkembangan dan masa depan anak bangsa. Misalnya guru yang memperkosa peserta didik, mempersulit perkembangan peserta didik, pilih kasih, tidak adil, dendam terhadap peserta didik, dan masih banyak kasus lainnya.
Fakta yang ada menunjukkan, banyak guru di negeri ini yang tidak sesuai dengan harapan. Mereka belum mencerminkan diri sebagai guru yang ideal, inovtif dan berkarakter mulia yang siap mendidik siswa dengan profesionalisme dan karakter mulia. Kapasitas intelektual yang rendah, kedisiplinan yang lemah, semangat belajar yang hampir hilang, integritas moral yang sering menyeleweng, dan dedikasi sosial yang rendah adalah sebagai potret buram guru. Hal ini membuat lembaga pendidikan berjalan stagnan, bahkan terkesan mundur. Buktinya, banyak mahasiswa negara yang dulu belajar di negeri ini, seperti Malaysia, sekarang berbalik. mahasiswa negara ini justru yang harus belajar dari bekas muridnya. Bukannya negatif, tapi ini menunjukkan bahwa pendidikan negeri ini mengalami kemunduran prestasi dan keterbelakangan, kurang mampu mengantisipasi masa depan secara akurat, efektif, dan miskin kreatifitas dan inovasi.
Pemerintah sudah berupaya dengan maksimal meningkatkan kompetensi dan kapabilitas intelektual, emosional, dan sosial guru dengan program sertifikasi dan stratafikasi S-1 dan D-4, namun hasilnya masih jauh dari harapan. Alih-alih bisa memajukan kualitas para guru, kebijaksanaan ini justru banyak disalahgunakan oleh guru sebagai ajang pembohongan massal yang mencederai intregitas moralnya demi mengejar kompensasi materi yang dijanjikan pemerintah. Komersialisasi dan industrialisasi pendidikan marak dimana-mana. Asalkan ada uang, ijazah dapat dengan mudah diperoleh. Tidak persoalan, apakah ia mengikuti proses pendidikan dan mempunyai kompetensi dalam bidangnya atau tidak. Yang penting gelar, gelar, dan gelar. Dengan adanya gelar nama menjadi mentereng, harga jual naik drastic dan kompensasi materinya tinggi.
Materi telah membutakan mata hati banyak guru di negeri ini, sehingga mereka tega menodai esensi pendidikan yang menitikberatkan pada parameter moral yang agung. Mereka lupa bahwa guru tidak hanya mengajar, tapi sekaligus mendidik. Mengajar hanya sebatas mentransformasikan npengetahuan sekaligus nilai-nilai moral anak didik. Proses ini merupakan pekerjaan berat yang membutuhkan keteladanan prima dalam bertutur sapa, bersikap, bergaul, belajar, dan beraktualisasi di tengah pluralitas dan heterogenitas masyarakat.
Kerusakan moral pelajar kita disebabkan tiga faktor. Ketiga faktor itu adalah ketiadaan figur atau teladan, keseimbangan materi pelajaran, dan pengaruh lingkungan. Dari ketiga ketiadaan itu, faktor ketiadaan figur adalah faktor utama. Dunia pendidikan telah kehilangan teladan. Guru yang seharusnya digugu lan ditiru telah berubah perilaku. Banyak kasus menunjukkan bahwa moral mereka justru dapat dikategorikan tidak layak sebagai guru. Begitu banyak guru terlibat perselingkuhan, narkoba, dan plagiasi. Tentu masih segar di ingatan kita kasus-kasus pelecehan seksual yang dilakukan guru. Guru juga ada yang terlibat dalam jaringan dan pengguna narkoba. Terakhir, kasus plagiasasi karya ilmiah. Lebih dari 1300 guru di Riau, 38 guru di Klaten, Bantul, Kulonprogo, dan Bandung. Itu yang ter-cover media. Tentu masih banyak lagi yang belum terendus.
Kasus-kasus di atas tidak boleh dianggap lumrah atau sepele. Kasus di atas adalah kasus besar dan berpengaruh kuat. Guru telah kehilangan karakternya sebagai pendidik. Guru justru telah mengajarkan cara mencuri. Perilaku untuk cepat sukses atau naik pangkat secara instan begitu kuat tertanam dalam diri guru. Lalu, keinginan tak wajar itu pun menulari siswanya. Maka, wajarlah perilaku itu tumbuh subur dalam diri peserta didik. Ketika ulangan atau UN/US berlangsung, para siswa pun beramai-ramai mencuri jawaban. Mereka pun menempuh beragam cara, seperti membeli, menyontek, dan bekerja sama.
Karena itu, kondisi di atas harus menjadi titik balik pemikiran kita selama ini. Gurulah yang harus dididik terlebih dahulu agar berkarakter kuat dan cerdas serta mulia. Guru adalah subjek perubahan (agent of change). Manakala karakter guru sudah terbentuk, karakter siswa pun dapat dibentuk. Yang perlu direnungkan saat ini adalah format karakter guru itu. Seperti apakah karakter guru ideal sebenarnya? Itulah PR (Pekerjaan Rumah) kita.

GURU IDEAL YANG BERKARAKTER 
Harapan besar masyarakat sangat bergantung kepada bapak/ibu guru yang mulia. Semangat mereka mengejar ketertinggalan dengan meningkatkan intelektualitas, mengasah kapabilitas, serta menajamkan kecerdasan emosional, spiritual, dan fungsi sosialnya sangat dinanti oleh jutaan murid, orang tua, dan bangsa ini secara keseluruhan.
Walaupun guru bukanlah super hero, walaupun guru bukanlah superstar, tetapi guru tetaplah seorang insan yang mempunyai banyak sekali kelebihan. Di tangan gurulah sebenarnya calon pemimpin bangsa dididik dan dibimbing. Peran guru tersebut sangat berarti bagi kemajuan bangsa.(Mulyana, 2010:2)
Secara umum tugas guru dibagai sebagai berikut:
1.    Guru sebagai pengajar
Tugas guru sebagai pengajar adalah menyampaikan materi pelajaran kepada siswa sampai tuntas sehingga siswa memahami. Satu hal yang penting adalah guru dianggap orang yang paling pintar oleh siswanya. Oleh karena itu, guru memerlukan persiapan yang matang agar dapat menyampaikan materi sebaik-baiknya.
2.    Guru Sebegai Pendidik
Tugas guru sebagai pendidik mempunyai makna ganda, yaitu guru harus mampu membuat siswanya pintar dalam hal pelajaran sekaligus juga membimbing siswanya agar berperilaku baik. Guru pendidik bertugas tidak sebatas sebagai guru di dalam kelas saja, tetapi juga di luar kelas. Dengan demikian, predikat guru pendidik lebih baik disbanding dengan guru pengajar.
3.    Guru sebagai pejuang akademik
Guru mempunyai tugas untuk membesarkan sekolahnya. Misalnya mengajar dengan sungguh-sungguh sehingga niali ujian nasionalnya baik, membimbing siswanya mengikuti berbagai perlombaan sehingga dapat memenangkannya. Hal itu perlu dilakukan agar siswa mempunyai kemampuan kognitif, psikomotor, dan afektif secara seimbang. Ketika kualitas sekolah terus menanjak naik maka calon wali murid banuak tertarik kepada lembaga pendidikan itu. Kalo sudah tertarik menyekolahkan anaknya di lembaga pendidikan tersebut maka dapat dipastikan bahwa masa depan sekolah akan menjadi lebih baik. Dengan demikian, tugas guru sebagai pejuang akademik dapat tercapai dengan baik pula.
4.    Guru sebagai Duta Imu Pengetahuan Merupakan tugas mulia, manakala guru dikatakan sebagai duta ilmu pengetahuan. Hal itu membuktikan betapa pentingnya peran guru dalam mencerdaskan anak bangsa. Sebagai duta, tentunya guru dapat mengembang tugasnya dengan baik.
5.    Guru sebagai Pencerdas Masyarakat
Tugas guru memang tidak sesempit yang selama ini kita pahami, karena tugas guru sebenarnya tidak dibatasi oleh dinding tembok kelas atau pagarsekolah tetapi mestinya guru juga dapat mengenbangkan tugas untuk mencerdaskan masyarakat. Peran serta guru di masyarakat tidak kalah penting dibanding ketika guru berperan di dalam kelas. Contoh guru berperan di masyarakat adalah guru menjadi Ketua RT, Ketua RW, Ketua Kelompok Pengajian. (Mulyana, 2010:2-5)
Menjadi guru adalah sebuah seni, sehingga menjadi guru yang baik itu melibatkan panggilan, kemampuan intelektual dan penguasaan materi, karakter, talenta dan kemampuan berkomunikasi. Dari semua itu yang terpenting dari semua adalah karakter. Ini didukung dengan hasil penelitian di atas tentang guru yang baik.
GURU yang mampu melahirkan anak didik berkarakter. Tentu, bukan guru yang biasa-biasa saja, tetapi seorang guru yang luar biasa atau guru super. Berdasarkan Undang-Undang Guru dan Dosen No. 14 Tahun 2005 disebutkan seorang guru memiliki empat kompetensi, yaitu kompetensi profesional, pedagogis, personal, dan sosial.
Dari keempat kompetensi, aspek yang paling mendasar untuk menjadi seorang guru yang super adalah aspek kepribadian (personalitas) karena aspek pribadi inilah yang menjadi cikal bakal lahirnya komitmen diri, dedikasi, kepedulian, dan kemauan kuat untuk terus berkiprah di dunia pendidikan. Peranan guru dalam membantu proses internalisasi nilai-nilai positif ke dan di dalam diri siswa tidak bisa digantikan oleh media pendidikan secanggih apapun. Hal ini karena pendidikan karakter membutuhkan teladan hidup (living model) yang hanya bisa ditemukan dalam pribadi para guru. Tanpa peranan guru, pendidikan karakter tidak akan pernah berhasil dengan baik. Pendidikan karakter mempunyai makna lebih tinggi dari pendidikan moral, karena bukan sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah.
Lebih dari itu, pendidikan karakter menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal yang baik sehingga siswa didik menjadi faham (domain kognitif) tentang mana yang baik dan salah, mampu merasakan (domain afektif) nilai yang baik dan mau melakukannya (domain psikomotor). Proses pembiasaan itu tidak akan mungkin berjalan dengan baik tanpa bantuan guru dan juga orang tua.
Beberapa pendidikan karakter yang harus dimiliki guru sebagai berikut:
·         Seorang guru harus memiliki keikhlasan yang tinggi dalam menjalankan tugas profesinya.
·         Seorang pendidik harus melaksanakan tugas kependidikannya dengan sabar.
·         Seorang pendidik harus memiliki sikap kejujuran yang tinggi dengan menerapkan apa yang diajarakan dalam kehidupan pribadinya.
·         Seorang guru harus senantiasa meningkatkan wawasan, pengetahuan, dan keilmuannya.
·         Seorang pendidik harus cerdik dan terampil dalam menciptakan metode pendidikan yang variatif dan sesuai dengan tuntutan materi pendidikan.
·         Seorang guru harus bersikap tegas dan meletakkan sesuatu secara proporsional.
·         Seorang guru harus memahami psikologi anak.
·         Seorang guru harus peka terhadap fenomena kehidupan di sekitarnya.
·         Seorang guru dituntut memiliki sikap adil terhadap semua anak didiknya.

Itulah beberapa butir pemikiran berharga yang pernah dikemukakan oleh para ulama Islam mengenai pendidikan karakter, terutama yang berkaitan dengan peranan guru sebagai unsur pendidikan paling dominan dalam membentuk karakter pesertadidik.
 Guru meningkatkan profesionalitas mereka dengan mengikuti kuliah program pasca sarjana S2.

MEWUJUDKAN GURU PROFESIONAL YANG BERKARAKTER 
Pemerintah telah berusaha meningkatkan profesionalitas Guru dan Dosen melalui program sertifikasi, namun sayangnya program ini banyak disalahgunakan bahkan untuk mendapatkan sertifikat itu tidak jarang yang melakukan penyelewengan. Dana kompensasi hasil sertifikasi banyak disalahgunakan, ada yang untuk membeli sepeda motor/mobil, memperbaiki rumah, membayar hutang, bahkan ada gelar haji sertifikasi, dan masih banyak lagi. Jarang yang digunakan untuk memperbaiki kualitas dan profesionalisme mereka. Kebanyakan dari guru yang telah bersertifikat enggan mengikuti seminar, diklat maupun maupun melanjutkan jenjang kuliah, dengan alasan buat apa menghabiskan uang kita kan sudah lulus sertifikasi. Padahal jika dilihat kualitas mengajar mereka masih jauh dari professional bahkan karakter pun belum sesuai dengan standar.
Untuk mengatasi hal tersebut seharusnya pemerintah kususnya Dinas Pendidikan lebih selektif lagi dalam memberikan sertifikat bagi guru dan dosen. Pemerintah juga harus memberikan tes ulang kemampuan mengajar dan mendidik para guru dan dosen yang telah bersertifikat. Seharusnya dinas pendidikan juga banyak mengadakan seminar, diklat, workshop yang berkualitas untuk meningkatkan profesionalitas dan karakter guru dan dosen.
Para guru juga harus sadar akan esensi dari keberadaan profesi mereka, terus berjuang melakukan perubahan diri demi mewujudkan profesionalitas yang berkarakter mulia. Guru harus rela melakukan berbagai upaya misalnya dengan senantiasa menambah ilmunya, koreksi diri, banyak membaca, serta mengikuti berbagai kegiatan seminar, diklat, workshop, rajin menuangkan karya ilmiah, membuat buku bahkan diharapkan guru juga harus melanjutkan pendidikannya ke jenjeng yang lebih tinggi. Sekolah juga harus mendukung dan memfasilitasi menurut kemampuannya bagi guru berrprestasi yang senantiasa meningkatkan profesionalitas dan karakter mulia mereka.
Menjadi guru yang profesioal dan berkarakter adalah sebuah tuntutan yang tidak bisa dielakkan. Masa depan bangsa ini ditentukan oleh kader-kader muda bangsa, sedangkan penanggung jawab utama masa depan kader-kader muda tersebut berada di pundak guru, karena gurulah yang langsung berinteraksi dengan mereka, dalam membentuk kepribadian, memberikan pemahaman, menerbangkan imajinasi dan cita-cita, membangkitkan semangat dan menggerakkan kekuatan mereka. Guru meningkatkan kemampuan mereka dengan mengikuti workshop di bidang pendidikan.
Menjadi guru ideal dan inovatif yang mengedepankan profesionalisme dan karakter mulia adalah harapan semua guru di negeri tercinta ini. Guru yang mampu membimbing dan mendorong anak didiknya sehingga mampu mencapai kualitas bertaraf nasional dan internasional. Peningkatan kualitas dan kompetensi dalam penguasaan materi, metodologi pengajaran, dan penguasaan informasi adalah syarat mutlak menggapai cita-cita di atas. Tidak semua guru di negeri ini mampu melakukan hal ideal di atas. Ada banyak kendala, mulai dari ketiadaan biaya, usia yang sudah lanjut, kesibukan dan alasan lain yang membuat guru tidak mampu memenuhi cita-cita besarnya, apalagi harus memenuhi persyaratan yang diwajibkan negara, dalam hal ini, sertifikasi dan stratifikasi S-1.
Namun, bagi guru-guru muda khususnya, tidak ada alasan yang membuat mereka mundur, melihat dan menuju ke belakang. Sebab, masa depan, tantangan dan peluang sudah ada di depan. Kalau tidak berani menghadapi tantangan dan mengambil peluang di depan, maka orang lain akan mengambilnya. Hidup adalah kompetisi, jadi barang siapa tidak berani berkompetisi maka secara alamiah, maka secara alamiah ia akan tersisih dan termarginalkan dalam arus perubahan dahsyat di era produktifitas ilmu pengetahuan dan teknologi modern.
Dalam konteks ini, pengembangan kompetensi sesuai dengan bidang keahlian adalah sebuah keniscayaan. Satu tujuan banyak cara. Artinya, untuk mengembangkan kompetensi dan potensi caranya bermacam-macam. Kalau biaya menjadi kendala, sehinga tidak bisa kuliah, ada seribu cara lain yang bias ditempuh untuk meningkatkan kompetensi, misalnya dengan banyak membaca, menulis, aktif dalam seminar, diskusi ,bedah buku, simposium, konferensi, organisasi, dan kegiatan ilmiah lainnya.
Peranan guru dalam membantu proses internalisasi nilai-nilai positif ke dan di dalam diri siswa tidak bisa digantikan oleh media pendidikan secanggih apapun. Hal ini karena pendidikan karakter membutuhkan teladan hidup (living model) yang hanya bisa ditemukan dalam pribadi para guru. Tanpa peranan guru, pendidikan karakter tidak akan pernah berhasil dengan baik. Pendidikan karakter mempunyai makna lebih tinggi dari pendidikan moral, karena bukan sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah.
Lebih dari itu, pendidikan karakter menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal yang baik sehingga siswa didik menjadi faham (domain kognitif) tentang mana yang baik dan salah, mampu merasakan (domain afektif) nilai yang baik dan mau melakukannya (domain psikomotor). Proses pembiasaan itu tidak akan mungkin berjalan dengan baik tanpa bantuan guru dan juga orang tua.
Semoga kita dimampukan mendidik siswa-siswi menjadi kader masa depan bangsa dan agama yang memiliki integritas kepribadian yang kuat, kapasitas intelektual yang tinggi, untuk mencari Ridho Alloh SWT. Amin ya Robbal Alamin.
*). Kepala SMA Negeri 1 Kembang

0 comments:

Posting Komentar

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | Best Buy Printable Coupons