Cari Blog Ini

Jumat, 02 Maret 2012

KARAKTER SEBAGAI MODAL MAYA MEMBANGUN INDIVIDU DAN BANGSA

KARAKTER SEBAGAI MODAL MAYA MEMBANGUN INDIVIDU DAN BANGSA
Prof. Dr. Yoyo Mulyana, M.Ed.

Character education, we always emphasize,
Is not a new idea. Down through history,
all over the world, education has had two
great goals: to help students become
smart and to help them become good.
(Thomas Lickona, 2004)

Pendahuluan
Pada awal bulan Nopember 2003 saya diberi kesempatan oleh Allah SWT untuk bertemu dengan tokoh Bapak Soemarno Soedarsono. Pada sekitar pukul 19.00 WIB di sebuah hotel di Anyer, Banten tempat berlangsung seminar, saya telah menerima paparan yang menarik dan bermanfaat, apalagi kalau dikaitkan dengan amanah yang sedang saya terima saat itu yaitu untuk melaksanakan tugas sebagai rektor di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa di Banten, sebuah universitas yang menjalani tahun pertamanya sebagai sebuah universitas negeri di propinsi Banten. Sementara Banten sendiri saat itu menjalani tahun ketiganya sebagai sebuah propinsi baru di Indonesia. Materi paparan tentang karakter telah sangat menggugah saya ketika itu, karena pada saat itu bertepatan dengan saya yang sedang berpikir keras tentang konsep yang bermakna dalam kaitan dengan “leadership from within”. Pada saat itu, saya sudah memahami arti dan pentingnya karakter, tetapi kepedulian terhadap karakter masih jauh dari yang seharusnya dilakukan. Selayaknya saya sebagai dosen atau pun tenaga pendidik memiliki dasar berpikir dan bertindak mengacu pada paradigma “knowledge is power but character is more”, tetapi kenyataannya hal itu tidak selalu dilakukan. Mungkin juga hingga kini, masih banyak orang yang bergerak di bidang pendidikan tanpa memiliki kepedulian terhadap pendidikan karakter (character education). Kata ‘karakter’ atau ‘akhlak’ tidak cukup menggugah para guru dan dosen atau tenaga kependidikan lainnya, karena dorongan tuntutan terhadap peningkatan kompetensi atau link and match lebih mengharu biru. Dengan demikian, secara otomatis perhatian pendidik pun sebagian besar makin menjauh dari pendidikan karakter, karena makin mengejar kompetensi yang sebenarnya dapat diperoleh mungkin saja hanya dari pelatihan.
Kalau kita cermati gejala di atas, sumber masalahnya adalah sikap mental anggota masyarakat yang menganggap bahwa pendidikan moral atau pendidikan karakter jauh tidak lebih penting bila dibandingkan dengan hasil pendidikan dalam bentuk pemilikan kompetensi. Sebagian para intelektual mungkin secara teoretik sangat memahami pengetahuan tentang karakter, tetapi mereka abaikan arti dan pentingnya karakter. Bahkan hal yang lebih mendasar lagi, pada saat pencapaian prestasi akademik, para intelektual mengabaikan pendidikan karakter. Namun saat seorang intelektual dihadapkan pada masalah kepemimpinan, atau masalah lainnya barulah akan muncul kebutuhan terhadap arti dan pentingnya karakter.
Materi yang diberikan oleh Bapak Soemarno Soedarsono tersebut telah menghidupkan kembali kepedulian saya terhadap pendidikan karakter, yang berarti telah menghidupkan kembali api obor kesadaran tentang kekuatan karakter (akhlak) dalam membangun individu, keluarga, lingkungan, masyarakat, dan bangsa. Saya menangkap kerisauan penceramah pada waktu itu terhadap hal yang sangat urgent atau mendesak, yaitu gejala masyarakat yang makin terpuruk dalam kepemilikan karakter dan jati diri serta tindakan yang tidak berkarakter dan berjati diri. Gejala ini sudah dengan mudah dapat kita temukan dalam keseharian kita hidup bermasyarakat. Sebagai contoh, dapat kita simpulkan bahwa hal yang sangat mendesak harus dilakukan segera adalah mendidik karakter yang disebabkan oleh semakin meningkatnya penyakit masyarakat yang menggempur kita yaitu: kekerasan, keserakahan, korupsi, gangguan masyarakat, narkoba, seks tanpa moral, bahkan budaya kerja yang rendah, yang semuanya bersumber dari ketiadaan karakter baik. Ternyata jurang kehancuran sudah menganga dalam setiap langkah keseharian kita.
Secara ironis dapat dikemukakan pula gambaran masyarakat yang mengabaikan pendidikan karakter, misalnya anak muda masa kini sudah kehilangan tokoh teladan dari para orang dewasa atau orang tua. Mereka memandang para orang tua sudah tidak memiliki kejujuran dalam dunia mereka sendiri, disamping ketiadaan ketulusan dalam bertindak. Kondisi seperti ini memperlihatkan suatu masyarakat yang tidak memiliki tatanan yang akan mampu membuat anggotanya saling mempercayai, mereka berada pada tataran low trust society. Padahal generasi muda masa kini sudah dapat dipastikan akan menjadi generasi penerus bangsa Indonesia untuk masa yang akan datang, karena anak muda yang sekarang jumlahnya 25 % dari jumlah manusia pada umumnya akan menjadi 100 % dari seluruh penduduk duni pada masa yang akan datang.
Dapat kita prediksi gambaran masyarakat Indonesia pada masa yang akan datang, andaikata kita melihat kondisi pendidikan yang tidak berorientasi pada karakter atau akhlak pada masa kini.

Tanggung Jawab Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter sudah tentu bukan hanya tanggung jawab sekolah. Hal itu menjadi tanggung jawab bersama dari setiap individu yang bersentuhan dengan nilai dan kehidupan anak muda, dan hal itu dimulai sejak keluarga dan berkembang ke masyarakat, organisasi pemuda, perusahaan, pemerintah, bahkan media. Sementara itu dapat digambarkan dengan jelas tentang peranan orang tua dan sekolah sebagai pelaksana pendidikan karakter. Dua institusi pendidikan informal dan formal ini akan menjadi kekuatan terpadu dalam pendidikan karakter. Di rumah selayaknya setiap anak diberi kesempatan pertamanya memperoleh pendidikan tentang nilai dan belajar berkomitmen, berkorban, dan bersikap jujur. Sementara di sekolah setiap siswa harus selalu diberi peluang untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas nilai dan karakter yang telah dimilikinya. Andaikata dua komponen ini sudah bisa serasi dalam melaksanakan fungsinya masing-masing dalam mendidik karakter anak muda, maka masyarakat akan meneruskannya dengan jauh lebih mudah.

Solusi yang Selayaknya Diambil
Pada umumnya kita akan sepakat tentang kondisi masyarakat Indonesia saat ini yang sedang menghadapi hal serius yaitu masalah moral dan sosial yang akar permasalahannya memerlukan solusi yang sistemik. Diantara kita pasti saat ini akan sudah sampai pada simpulan bahwa ternyata ada hubungan yang sangat erat antara kehidupan masyarakat dengan pendidikan karakter individu. Hal yang tak mungkin pernah terjadi ialah memenuhi hasrat untuk mengembangkan masyarakat yang penuh dengan kepemilikan nilai, tanpa kita mengembangkan kebajikan dalam hati, pikiran, dan jiwa pada diri manusia secara individual. Oleh karena itu pula, pendidikan karakter itu harus kita mulai dari diri sendiri dan berkembang seterusnya ke keluarga, lingkungan, masyarakat yang lebih luas, dan bangsa secara nasional. Masing-masing komponen di atas harus mengambil inisiatif dan proaktif mengambil bagian dalam membangun budaya berkarakter. Keluarga, sekolah, dan masyarakat yang sehat karakternya akan sangat ditentukan oleh kesungguhan kita untuk berkomitmen pada pendidikan karakter.
Dalam skala lingkungan pendidikan formal di sekolah, sebaiknya pendidikan karakter tidak dalam bentuk mata pelajaran yang khusus sebagai mata pelajaran karakter, tetapi disajikan secara kesengajaan yang tidak disengaja (unconscious awareness) masuk kedalam setiap mata pelajaran di sekolah dan setiap mata kuliah di perguruan tinggi. Dengan melalui penciptaan suasana belajar, proses belajar mengajar, bahan ajar yang menantang, dan cara evaluasi yang tepat, serta pendidikan yang mengembangkan prinsip cocreative, kita bisa berharap hasil pendidikan karakter tersebut dapat diserap oleh para siswa dan mahasiswa bukan hanya pada ranah kognitif, tetapi juga akan menjadi hasil yang bermakna pada ranah afektif dan psikomotor.
Dengan berangkat dari komitmen bersama untuk mengembangkan pendidikan karakter bagi anak muda, maka akan berkembang budaya karakter yang akan membangun masyarakat dan bangsa yang berkarakter. Buku yang ditulis oleh Bapak Soemarno Soedarsono ini adalah sebuah pertanggungjawaban penulisnya terhadap komitmen yang telah dibangunnya sejak puluhan tahun secara terus menerus terhadap peranan karakter dalam mengembangkan individu dan menyemai jati diri bangsa.

0 comments:

Posting Komentar

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | Best Buy Printable Coupons