This is featured post 1 title
Replace these every slider sentences with your featured post descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha - Premiumbloggertemplates.com.
This is featured post 2 title
Replace these every slider sentences with your featured post descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha - Premiumbloggertemplates.com.
This is featured post 3 title
Replace these every slider sentences with your featured post descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha - Premiumbloggertemplates.com.
Rabu, 12 September 2012
Senin, 09 Juli 2012
Minggu, 08 Juli 2012
Selasa, 15 Mei 2012
Kamis, 05 April 2012
MENGEJAR ALIF ( FILM PENDEK BAHASA JAWA )
20.56
Nuansa Pendikar
No comments
MENGEJAR ALIF ( FILM PENDEK BAHASA JAWA ) part 1
MENGEJAR ALIF ( FILM PENDEK BAHASA JAWA ) part 2
Posted in: Gallery
Senin, 02 April 2012
Implementasi Membangun Karakter Bangsa ke dalam Mata Pelajaran
18.19
Nuansa Pendikar
No comments
Implementasi Membangun Karakter Bangsa ke dalam Mata Pelajaran
Oleh : Drs. Nur Kholiq,M.Pd
Karakter suatu bangsa dapat dibangun dari pembentukan karakter individu-individu yang membentuk bangsa itu sendiri. Selama bangsa itu masih ada maka pembentukan karakter dari individu-individu tersebut akan terus berlanjut. Hal ini berarti bahwa pembentukan karakter bangsa akan berlangsung terus menerus dari suatu generasi ke generasi berikutnya.
Sembilan pondasi dalam pembentukan karakter adalah menanamkan 1) rasa cinta kepada Tuhan Yang Maha Esa dan Ciptaannya, 2) tanggung jawab, disiplin dan mandiri, 3) kejujuran, 4) hormat dan santun, 5) kasih sayang, peduli, dan kerjasama, 6) percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah, 7) keadilan dan kepemimpinan, 8) baik dan rendah hati, 9) toleransi, cinta damai, dan persatuan.
Sembilan pondasi tersebut perlu ditanamkan sejak dini mulai dari lingkungan keluarga dan masyarakat yang merupakan lingkungan tumbuh dan berkembangnya generasi muda. Namun, dunia pendidikan diharapkan dapat menjadi motor penggerak untuk memfasilitasi pembangunan karakter bangsa. Artinya, Sembilan pondasi dalam pembentukan karakter bangsa dapat ditumbuhkembangkan melalui pendidikan pada semua jenjang mulai tingkat pendidikan dasar, menengah, hingga pendidikan tinggi secara berkelanjutan.
Yang menjadi pemikiran adalah bagaimana implementasi bentuk karakter bangsa dalam mata pelajaran ?.. Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Muhammad Nuh menyatakan bahwa pemerintah akan memasukkan pendidikan budaya dan karakter bangsa melalui penguatan kurikulum namun, pendidikan budaya dan karakter bangsa itu tidak dibuat dalam bentuk mata pelajaran tersendiri. Menyikapi pernyataan Mendiknas tersebut maka pembentukan karakter bangsa dilakukan melalui matapelajaran yang telah ada pada kurikulum antara lain Pendidikan Agama, Kewarganegaraan, IPS, Bahasa Indonesia, Seni dan Keterampilan, Olah Raga, Sains dan Matematika, dan juga melalui kegiatan ekstra kulikuler seperti Kepramukaan, Dokter Remaja, dan ektrakurikuer lainnya
A. Pembentukan Karakter Bangsa melalui Pendidikan Agama
Pendidikan Agama mengandung ajaran tentang berbagai nilai luhur dan mulia bagi manusia untuk mencapai harkat kemanusiaan dan kebudayaannya. Nilai-nilai luhur dan mulia tersebut ditulis dalam sebuah buku pelajaran agama yang dibaca oleh peserta didik dan diajarkan oleh guru. Model pembelajaran yang diterapkan oleh guru merupakan faktor pendukung terbentuknya karakter peserta didik. Pembentukan karakter peserta didik tidak dapat dilakukan melalui hapalan ajaran agama atau melalui cerita sifat Nabi, melainkan melalui tindakan seperti contoh perilaku guru itu sendiri yang menjadi panutan peserta didik, simulasi dan bermain peran tokoh nabi, sahabat nabi, atau tokoh fiktif yang memiliki sifat baik dan buruk.
Pembentukan karakter melalui pendidikan agama dapat juga dilakukan melalui praktek ibadah antara lain (1) menumbuhkan rasa cinta dan gemar membaca kitab suci agama masing-masing peserta didik, (2) mengajak peserta didik untuk praktek ibadah ditempat ibadahnya masing-masing, (3) mengundang tokoh agama, kyai atau pendeta.
B. Pembentukan Karakter Bangsa melalui Pendidikan Kewarganegaraan
Dalam standar kompetensi kurikulum 2004, ditegaskan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan adalah merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari segi agama, sosio-kultural, bahasa, usia, dan suku bangsa untuk menjadi warga Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang dilandasi oleh Pancasila dan UUD 1945. Namun nampaknya tujuan kompetensi tersebut belum sepenuhnya tercapai karena matapelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) belum bisa menjadi ”katalisator” untuk membendung arus merebaknya budaya kekerasan dan proses demoralisasi. Pendidikan Kewarganegaraan dinilai telah berubah menjadi matapelajaran berbasis indoktrinasi dan dogmatis yang semata-mata mengajarkan nilai baik dan buruk, tanpa diimbangi dengan pola pembiasaan intens yang bisa memicu siswa didik untuk berperilaku dan bersikap sesuai dengan nilai-nilai keluhuran. Akibat pola indoktrinasi yang telah lama ditanamkan, maka peserta didik cenderung tidak lagi memiliki kepekaan terhadap sesamanya, kehilangan nilai kasih sayang, dan sibuk dengan dunianya sendiri. Untuk mencapai standar kompetensi di atas, perlu dikembangkan model yang cocok dan tidak berbasis indoktrinasi. Model pembelajaran yang cocok digunakan adalah “Pendekatan Belajar Kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL). CTL merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Terdapat 7 komponen CTL, yaitu konstruktivisme, bertanya, menemukan, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, dan penilaian sebenarnya. Dalam PKn dikenal juga model pembelajaran VCT (Value ClarificationTecknique atau Teknik Pengungkapan Nilai), yaitu suatu teknik belajar-mengajar yang membina sikap atau nilai moral. VCT dianggap cocok untuk digunakan dalam Pembelajaran PKn yang mengutamakan pembinaan aspek afektif.
C. Pembentukan Karakter Bangsa melalui Pendidikan IPS
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan pelajaran yang didesain atas dasar fenomena, masalah dan realitas sosial dengan pendekatan interdispliner yang melibatkan berbagai cabang ilmu-ilimu sosial dan humaniora seperti Kewarganegaraan, Sejarah, Geografi, Ekonomi, Sosial, Antropologi, Tujuan Pendidikan IPS antara lain adalah (1) mengembangkan pengetahuan dasar kesosiologian, kesejarahan dan kewarganegaraan, (2) mengembangkan kemampuan berpikir kritis, keterampilan inquiri, dan pemecahan masalah dan keterampilan, (3) Membangun komitmen dan kesadaran terhadap nilai kemanuasiaan (serta mengembangkan nilai-nilai luhur budaya bangsa), dan (4) memiliki kemampuan berkomunikasi, berkompetisi dan bekerjasama dalam masyarakat yang majemuk, baik dalam skala lokal, nasional maupun internasional ( Sardiman, 2010) . Dengan tujuan tersebut, berarti .Pendidikan IPS memiliki peran penting dalam pembentukan karakter bangsa sebab pendidikan IPS memiliki kesamaan dengan pendidikan nilai atau pendidikan karakter.
Agar peran Pendidikan IPS dalam pembentukan karakter bangsa terwujud perlu dikembangkan kurikulum dan model pembelajaran yang cocok untuk pembentukan karakter. Kurikulum yang cenderung menitikberatkan pada penguasaan materi, bersifat kognitif dan hapalan serta model pembelajaran yang bersifat instruksional atau transfer of knowledge tidak akan dapat membentuk karakter peserta didik karena karakter tidak dapat terbentuk secara instant dan melalui hapalan. Kartadinata (2010) menyatakan bahwa proses pembelajaran yang membentuk karakter tidak bisa sebagai proses linier layaknya dalam pembelajaran bidang studi yang bersifat transformasi informasi.
Pengembangan karakter harus menyatu dalam proses pembelajaran yang mendidik, disadari oleh guru sebagai tujuan pendidikan dan dikembangkan dalam suasana pembelajaran yang transaksional dan bukan instruksional, dilandasi pemahaman secara mendalam terhadap perkembangan peserta didik. Untuk memantapkan peran Pendidikan IPS dalam pembentukan karakter bangsa, Sardiman (2010) menyatakan perlunya (1) keteladanan, (2) proses pembelajaran dikembalikan kepada khitahnya sebagai proses pendidikan, (3) dikembangkan model pembelajaran yang aktif-partisipatif, kreatif-inovatif dengan berbagai program pembiasaan, (4) penciptaan lingkungan pendidikan yang kondusif-edukatif, (5) penataanberita dan penyiaran di berbagai media massa, (5) dilakukan kerjasama dengan orang tua /wali dan masyarakat sekitar, (6) adanya political will dari pemerintah.
D. Pembentukan Karakter Bangsa melalui Pendidikan Bahasa Indonesia
Menurut Yulianto (2007), prinsip pembelajaran bahasa Indonesia secara umum adalah 1) pembelajaran bahasa Indonesia harus diarahkan untuk lebih banyak memberikan porsi kepada pelatihan berbahasa yang nyata, 2) tata bahasa diajarkan hanya untuk memberikan kesalahan ujar siswa, 3) keterampilan berbahasa nyata menjadi tujuan utama, 4) membaca sebagai alat untuk belajar, 5) menulis dan berbicara sebagai alat berekspresi dan menyampaikan gagasan, 6) kelas menjadi tempat berlatih menulis, membaca, dan berbicara dalam bahasa Indonesia 7) penekanan pengajaran sastra pada membaca sebanyak-banyaknya sastra Indonesia, 8) pengajaran kosa kata diarahkan untuk menambah kosa kata siswa.
Berdasarkan hal itu, nampak bahwa pembelajaran bahasa Indonesia adalah banyak berlatih di kelas dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan situasi, baik yang nyata ”senyatanya’ melalui diskusi maupun yang nyata ”tidak senyatanya” melalui kegiatan bermain peran. Melalui diskusi dan bermain peran dalam pembelajaran Bahasa Indonesia, siswa dapat melakukan olah rasa, olah batin, dan olah budi secara intens sehingga secara tidak langsung siswa memiliki perilaku dan kebiasaan positif melalui proses apresiasi dan berkreasi melalui karya sastra. Melalui karya sastra, siswa juga akan mendapatkan pengalaman baru dan unik yang belum tentu bisa mereka dapatkan dalam kehidupan nyata. Melalui karya sastra siswa bisa belajar dan bergaul secara langsung tentang berbagai karakter mulia. Cara orang-orang tua kita dahulu menanamkan nilai-nilai luhur melalui dongeng tentang tokoh-tokoh yang memiliki karakter kuat mampu terserap ke dalam alam logika dan hati nurani anak hingga terbawa sampai dewasa. Sikap toleran, moderat, rendah hati, kreatif, empati, dan nilai-nilai budi pekerti lainnya sangat kuat mengakar ke dalam memori anak dan diaplikasikanke dalam kehidupannya sehari-hari. Hal ini menunjukkan bahwa melalui pendidikan bahasa Indonesia kita dapat membentuk karakter bangsa
E. Pembentukan Karakter Bangsa melalui Pendidikan Seni
Indonesia merupakan negara yang kaya akan seni dan budayanya. Dari berbagai macam suku yang ada di Indonesia muncul beragam kesenian, seni tari dan musik, serta beragam budaya daerah. Seni dan Budaya daerah yang ada di Indonesia mencerminkan jati diri Bangsa Indonesia. Melalui kesenian dan budaya yang ada di Indonesia orang akan kenal dengan Indonesia. Sebagai contoh, jika seseorang bicara tentang tari serimpi, pendet, reog ponorogo atau musik kolintang, gamelan, atau tentang batik maka semua orang langsung tahu bahwa seni dan budaya tersebut berasal dari Indonesia. Seni dan Budaya yang ada di Indonesia tersebut perlu diperkenalkan, ditanamkan kepada generasi penerus bangsa agar tidak punah dan muncul rasa cinta dan bangga akan budayanya. Melalui pendidikan seni di sekolah diharapkan siswa akan mengenal, mencintai, dan memelihara seni dan budayanya. Sehingga pada saat seni dan budaya asing masuk ke Indonesia diharapkan nilai-nilai seni dan budaya Indonesia tidak luntur dan tetap dipertahankan.
Azhari (2010) menyatakan bahwa berbagai jenis permainan anak tradisional yang banyak tersebar di Sumatera Utara maupun di daerah lainnya di Indonesia terancam punah karena tidak ada lagi yang memainkannya. Permainan tradisional tersebut sudah tergantikan oleh permainan modern seperti video games maupun playstation. Padahal permainan tradisional seperti patok lele, congklak, galasin dll memiliki keunggulan dibandingkan permainan modern, antara lain permainan tradisional menimbulkan inisiatif, kreatif, rasa solidaritas atau kesetiakawanan, rasa empati kepada sesamanya. Sedangkan pada permaianan modern akan menimbulkan rasa egoisme dan individualisme karena permainan modern cenderung dimainkan oleh satu orang. Terlihat jelas bahwa dari permainan akan terbentuk karakter anak. Oleh karena itu maka perlu dimasukkan permainan tradisional dan seni budaya lainnya ke dalam kurikulum pendidikan seni dan memgimplementasikannya.
F. Pembentukan Karakter Bangsa melalui Pendidikan Jasmani dan Olah Raga
Asnaldi (2008) menyatakan bahwa tujuan dari pendidikan jasmani dan olah raga adalah 1) mengembangkan keterampilan pengelolaan diri dan upaya pengembangan dan pemeliharaan kebugaran jasmani dan pola hidup sehat, 2) meningkatkan pertumbuhan fisik dan psikis, 3) meningkatkan keterampilan gerak, 4) meletakkan landasan karakter dan moral, 5) mengembangkan sikap sportif, jujur, disiplin, bertanggung jawab, 6) mengembangkan keterampilan menjaga keselamatan diri, orang lain dan lingkungan, 7) memahami konsep aktivitas jasmani dan olah raga di lingkungan yang bersih. Dari tujuan ini terlihat bahwa pendidikan jasmani dan olah raga memiliki peran dalam membentuk karakter bangsa.
Melalui kegiatan olah raga di sekolah, pertandingan olah raga antar sekolah, tingkat daerah maupun nasioal, dapat mengembangkan bakat dan kreativitas siswa dalam bidang olah raga. Pertandingan-pertandingan tersebut diharapkan membentuk kepribadian yang bugar, sehat jasmani dan rohani, kompetitif, sikap sportif, serta mampu menghargai prestasi orang lain.
G. Pembentukan Karakter Bangsa melalui Pendidikan Sains dan Matematika
Selama ini umumnya orang berpendapat bahwa menanamkan nilai-nilai untuk membangun moral, karakter, dan akhlak hanya bisa melalui pendidikan agama dan kewarganegaraan. Atas dasar itu maka pendidikan agama dan kewarganegaraan dianggap penting dan harus diajarkan. Anggapan itu tidak salah sebab agama dan kewarganegaraan selalu mengajarkan tentang bagaimana siswa atau peserta didik memiliki moral, karakter, dan akhlak yang luhur. Akan tetapi sebenarnya, pendidikan sains dan matematikapun bisa dijadikan sebagai pendekatan untuk membangun moral, karakter, dan akhlak mulia. (Suprayogo, 2010) menyatakan bahwa melalui pendidikan sains, maka anak didik akan mengenal dirinya sendiri dan Tuhannya.
Dengan memperhatikan, memikirkan, dan merenungkan tentang ciptaan Tuhan di alam semesta ini baik yang ada di langit dan bumi maka akan terbangun rasa cinta kepada Tuhan Yang Maha Esa dan Ciptaannya serta kasih sayang dan peduli terhadap sesama makhluk hidup dan lingkungannya. Selama ini Alam Semesta dipelajari oleh disiplin ilmu Fisika, Kimia, dan Biologi (Sains). Untuk memantapkan peran Pendidikan Sains dalam pembentukan karakter bangsa perlu dikembangkan model pembelajaran yang aktif-partisipatif, kreatif-inovatif dengan proses pembelajaran tidak hanya di dalam kelas namun juga dilakukan di lingkungan (alam). Dengan berbasis konsep pendidikan memanfaatkan alam semesta, maka pendidikan Sains akan menjadi lebih menggembirakan, menggairahkan, dan tidak menjadi momok yang menakutkan atau beban bagi peserta didik. Adanya Interaksi peserta didik dengan lingkungan atau alam akan menghasil perubahan perilaku ke arah yang lebih baik.
Untuk pendidikan matematika, bagaimana pembelajaran matematika mampu membangun karakter bangsa? Sebagaimana diketahui, bahwa kesejahteraan ekonomi merupakan pintu masuk yang akan dilalui untuk membangun karakter bangsa karena dengan kesejahteraan ekonomi diharapkan terbangun karakter bangsa yang tangguh, yang tidak menjadi ”kuli ” atau tenaga kerja bagi bangsa lain. Matematika, merupakan ilmu pengetahuan yang berperan sebagai ilmu pembantu yang ampuh bagi ilmu sosial termasuk ekonomi. Proses pembelajaran matematika dapat diikuti dengan baik dan menarik perhatian siswa apabila menggunakan metode pembelajaran yang sesuai dengan tingkat perkembangan siswa dan sesuai dengan materi pembelajaran. Oleh karena itu pembelajaraan matematika harus didasarkan atas karakteristik matematika dan siswa itu sendiri. Salah satu pilar belajar adalah “belajar untuk membangun dan menemukan jati diri, melalui proses pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan” (lampiran Permendiknas No. 22 tahun 2006). Untuk itu, dalam pembelajaran matematika guru harus mampu mengaktifkan siswa selama proses pembelajaran dan mengurangi kecenderungan guru untuk mendominasi proses pembelajaran tersebut, sehingga ada perubahan dalam hal pembelajaran matematika yaitu dari pembelajaran yang terpusat pada guru diubah menjadi pembelajaran terpusat pada siswa agar kemampuan kognitif siswa dapat berkembang dan kemampuan mengkomunikasikan matematika serta ketrampilan sosial meningkat.
Diakhir tulisan ini dapat disimpulkan bahwa pembangunan karakter bangsa dapat dilakukan melalui berbagai mata pelajaran yang telah ada pada kurikulum hanya saja perlu pengembangan model pembelajaran yang sesuai. Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam upaya membangunkarakter bangsa antara lain (1) menerapkan pendekatan ”modelling” atau exempary” atau ”uswatun hasanah” atau keteladanan yakni setiap guru dan tenaga kependidikan mampu menjadi contoh (teladan) dalam menanamkan nilai-nilai yang baik (2) proses pembelajaran dikembalikan kepada khitahnya sebagai proses pendidikan, (3) dikembangkan model pembelajaran yang aktif-partisipatif, kreatif-inovatif, efektif dan menyenangkan dengan berbagai program pembiasaan, (4) penciptaan lingkungan pendidikan yang kondusif-edukatif, (5) dilakukan kerjasama dengan orang tua /wali dan masyarakat sekitar, (6) adanya political will dari pemerintah untuk memperbaiki seluruh aspek yang ada, tidak hanya dunia pendidikan, tetapi juga siaran TV yang saat ini tak henti-hentinya mengekspoitasi kekerasan, kemewahan, dendam dan kebencian, cerita hantu dan horor, korupsi, makelar kasus secara vulgar yang setidaknya memiliki andil yang cukup besar terhadap pembentukan karakter anak.
Daftar Pustaka
Asnaldi, A. (2008). Pendidikan jasmani. http://article-olahraga.blogspot.com/2008/02/
pendidikan-jasmani.html
Azhari, I. (2010). Peran Budaya dalam Membangun Karakter Bangsa: Studi Antropologi
Terhadap Fungsi Permainan Tradisional. Disampaikan pada Seminar Nasional Universitas
Terbuka UPBJJ Medan
Kartadinata, S. (2010). Mencari bentuk Pendidikan Karakter Bangsa.
http://file.upi.edu/Direktori/A-FIP/JUR. PSIKOLOGI DAN
BIMBINGAN/195003211974121-SUNARYO KARTADINATA/ MENCARI BENTUK
PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA.pdf
Sardiman. (2010). Revitalisasi Peran Pembelajaran IPS dalam Pembentukan Karakter Bangsa. http://journal.uny.ac.id/
Posted in: Artikel
PEDOMAN PELAKSANAAN PENDIKAR
17.36
Nuansa Pendikar
No comments
BAB I
PENTINGNYA PENDIDIKAN KARAKTER
A. Hakikat Pendidikan Karakter
RPJPN (2005-2015) : Pendidikan karakter ditempatkan sebagai landasan untuk mewujudkan visi pembangunan nasional, yaitu “mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila.”
UUSPN (Nomor 20 Tahun 2003) : Fungsi dan tujuan pendidikan nasional, yaitu “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Rencana Aksi Nasional Pendidikan Karakter (2010): pendidikan karakter disebutkan sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik & mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.
Pendidikan karakter bukan sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah, lebih dari itu, pendidikan karakter menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal mana yang baik sehingga peserta didik menjadi paham (kognitif) tentang mana yang benar dan salah, mampu merasakan (afektif) nilai yang baik dan biasa melakukannya (psikomotor). Dengan kata lain, pendidikan karakter yang baik harus melibatkan bukan saja aspek “pengetahuan yang baik (moral knowing), akan tetapi juga “merasakan dengan baik atau loving good (moral feeling), dan perilaku yang baik (moral action). Pendidikan karakter menekankan pada habit atau kebiasaan yang terus-menerus dipraktikkan dan dilakukan.
B. Tujuan, Fungsi dan Media Pendidikan karakter
Pendidikan karakter pada intinya bertujuan membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan yang Maha Esa berdasarkan Pancasila.
Pendidikan karakter berfungsi (1) mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik; (2) memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang multikultur; (3) meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia.
Pendidikan karakter dilakukan melalui berbagai media yang mencakup keluarga, satuan pendidikan, masyarakat sipil, masyarakat politik, pemerintah, dunia usaha, dan media massa.
C. Nilai-nilai Pembentuk Karakter
Nilai prakondisi (the existing values) : Takwa, Bersih, Rapih, Nyaman, dan Santun.
Nilai Penguatan:
18 nilai yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional, yaitu: (1) Religius, (2) Jujur, (3) Toleransi, (4) Disiplin, (5) Kerja keras, (6) Kreatif, (7) Mandiri, (8) Demokratis, (9) Rasa Ingin Tahu, (10) Semangat Kebangsaan, (11) Cinta Tanah Air, (12) Menghargai Prestasi, (13) Bersahabat/Komunikatif, (14) Cinta Damai, (15) Gemar Membaca, (16) Peduli Lingkungan, (17) Peduli Sosial, & (18) Tanggung Jawab.
Pengembangan Awal:
Bersih, rapih, nyaman, disiplin, sopan dan santun.
D. Proses Pendidikan Karakter
Proses pendidikan karakter didasarkan pada totalitas psikologis yang mencakup seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, psikomotorik) dan fungsi totalitas sosiokultural dalam konteks interaksi dalam keluarga, satuan pendidikan, dan masyarakat.
BAB II
STRATEGI PENDIDIKAN KARAKTER
A. Strategi di Tingkat Satuan Pendidikan
Strategi pelaksanaan pendidikan karakter di satuan pendidikan merupakan suatu kesatuan dari program manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah yang terimplementasi dalam pengembangan, pelaksanaan dan evaluasi kurikulum oleh setiap satuan pendidikan. Strategi tersebut diwujudkan melalui pembelajaran aktif dengan penilaian berbasis kelas disertai dengan program remidiasi dan pengayaan.
1. Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran dalam kerangka pengembangan karakter peserta didik dapat menggunakan pendekatan kontekstual sebagai konsep belajar dan mengajar yang membantu guru dan peserta didik mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata, sehingga peserta didik mampu untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka. Dengan begitu, melalui pembelajaran kontekstual peserta didik lebih memiliki hasil yang komprehensif tidak hanya pada tataran kognitif (olah pikir), tetapi pada tataran afektif (olah hati, rasa, dan karsa), serta psikomotor (olah raga).
Pembelajaran kontekstual mencakup beberapa strategi, yaitu: (a) pembelajaran berbasis masalah, (b) pembelajaran kooperatif, (c) pembelajaran berbasis proyek, (d) pembelajaran pelayanan, dan (e) pembelajaran berbasis kerja.
Kelima strategi tersebut dapat memberikan nurturant effect pengembangan karakter peserta didik, seperti: karakter cerdas, berpikir terbuka, tanggung jawab, rasa ingin tahu.
2. Pengembangan Budaya Sekolah dan Pusat Kegiatan Belajar
Pengembangan budaya sekolah dan pusat kegiatan belajar dilakukan melalui kegiatan pengembangan diri, yaitu:
a. Kegiatan rutin
Kegiatan rutin yaitu kegiatan yang dilakukan peserta didik secara terus menerus dan konsisten setiap saat. Misalnya kegiatan upacara hari Senin, upacara besar kenegaraan, pemeriksanaan kebersihan badan, piket kelas, shalat berjamaah, berbaris ketika masuk kelas, berdo’a sebelum pelajaran dimulai dan diakhiri, dan mengucapkan salam apabila bertemu guru, tenaga pendidik, dan teman.
b. Kegiatan spontan
Kegiatan yang dilakukan peserta didik secara spontan pada saat itu juga, misalnya, mengumpulkan sumbangan ketika ada teman yang terkena musibah atau sumbangan untuk masyarakat ketika terjadi bencana.
c. Keteladanan
Merupakan perilaku dan sikap guru dan tenaga kependidikan dan peserta didik dalam memberikan contoh melalui tindakan-tindakan yang baik sehingga diharapkan menjadi panutan bagi peserta didik lain. Misalnya nilai disiplin, kebersihan dan kerapihan, kasih sayang, kesopanan, perhatian, jujur, dan kerjakeras.
d. Pengkondisian
Pengkondisian yaitu penciptaan kondisi yang mendukung keterlaksanaan pendidikan karakter, misalnya kondisi toilet yang bersih, tempat sampah, halaman yang hijau dengan pepohonan, poster kata-kata bijak yang dipajang di lorong sekolah dan di dalam kelas.
3. Kegiatan ko-kurikuler dan atau kegiatan ekstrakurikuler
Demi terlaksananya kegiatan ko-kurikuler dan ekstrakurikuler yang mendukung pendidikan karakter, perlu didukung dengan dengan perangkat pedoman pelaksanaan, pengembangan kapasitas sumber daya manusia dalam rangka mendukung pelaksanaan pendidikan karakter, dan revitalisasi kegiatan ko dan ekstrakurikuler yang sudah ada ke arah pengembangan karakter.
B. Penambahan Alokasi Waktu Pembelajaran
Penambahan alokasi waktu pembelajaran dapat dilakukan, misalnya:
1. Sebelum pembelajaran di mulai atau setiap hari seluruh siswa diminta membaca surat-surat pendek dari kitab suci, melakukan refleksi (masa hening) selama 15 s.d 20 menit.
2. Di hari-hari tertentu sebelum pembelajaran dimulai dilakukan kegiatan muhadarah (berkumpul dihalaman sekolah) selama 35 menit. Kegiatan itu berupa baca Al-Quran dan terjemahan, maupun siswa berceramah dengan tema keagamaan sesuai dengan kepercayaan masing-masing dalam beberapa bahasa (bahasa Indonesia, bahasa Inggris, dan bahasa Daerah, serta bahasa asing lainnya), kegiatan ajang kreatifitas seperti: menari, bermain musik dan baca puisi. Selain itu juga dilakukan kegiatan bersih lingkungan dihari Jum’at atau Sabtu (Jum’at/Sabtu bersih).
3. Pelaksanaan ibadah bersama-sama di siang hari selama antara 30 s.d 60 menit.
4. Kegiatan-kegiatan lain diluar pengembangan diri, yang dilakukan setelah jam pelajaran selesai.
5. Kegiatan untuk membersihkan lingkungan sekolah sesudah jam pelajaran berakhir berlangsung selama antara 10 s.d 15 menit.
C. Penilaian Keberhasilan
Untuk mengukur tingkat keberhasilan pelaksanaan pendidikan karakter di satuan pendidikan dilakukan melalui berbagai program penilaian dengan membandingkan kondisi awal dengan pencapaian dalam waktu tertentu. Penilaian keberhasilan tersebut dilakukan melalui langkah-langkah berikut:
1. Menetapkan indikator dari nilai-nilai yang ditetapkan atau disepakati
2. Menyusun berbagai instrumen penilaian
3. Melakukan pencatatan terhadap pencapaian indikator
4. Melakukan analisis dan evaluasi
5. Melakukan tindak lanjut
BAB III
PENGEMBANGAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN
A. Komponen KTSP
Pendidikan karakter merupakan satu kesatuan program kurikulum satuan pendidikan. Oleh karena itu program pendidikan karakter secara dokumen diintegrasikan ke dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Dengan kata lain, pendidikan karakter harus tertera dalam KTSP mulai dari visi, misi, tujuan, struktur dan muatan kurikulum, kalender pendidikan, silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).
B. Tahapan Pengembangan
Pelaksanaan pendidikan karakter di satuan pendidikan perlu melibatkan seluruh warga satuan pendidikan, orangtua siswa, dan masyarakat sekitar. Prosedur pengembangan kurikulum yang mengintegrasikan pendidikan karakter di satuan pendidikan dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:
1. Melaksanakan sosialisasi pendidikan karakter dan melakukan komitmen bersama antara seluruh komponen warga sekolah (tenaga pendidik dan kapendidikan serta komite sekolah).
2. Membuat komitmen dengan semua stakeholder (seluruh warga sekolah, orang tua siswa, komite, dan tokoh masyarakat setempat) untuk mendukung pelaksanaan pendidikan karakter.
3. Melakukan analisis konteks terhadap kondisi sekolah (internal dan eksternal) yang dikaitkan dengan nilai-nilai karakter yang akan dikembangkan pada satuan pendidikan yang bersangkutan. Analisis ini dilakukan untuk menetapkan nilai-nilai dan indikator keberhasilan yang diprioritaskan, sumber daya, sarana yang diperlukan, serta prosedur penilaian keberhasilan.
4. Menyusun rencana aksi sekolah berkaitan dengan penetapan nilai-nilai pendidikan karakter.
5. Membuat perencanaan dan program pelaksanaan pendidikan karakter, yang berisi:
• Pengintegrasian melalui pembelajaran
• Penyusunan mata pelajaran muatan lokal
• Kegiatan lain
• Penjadwalan dan penambahan jam belajar di sekolah
6. Melakukan pengkondisian, seperti:
• Penyediaan sarana
• Keteladanan
• Penghargaan dan pemberdayaan
7. Melakukan penilaian keberhasilan dan supervisi
Untuk keberlangsungan pelaksanaan pendidikan karakter perlu dilakukan penilaian keberhasilan dengan menggunakan indikator-indikator berupa perilaku semua warga dan kondisi sekolah/instansi yang teramati.
Penilaian ini dilakukan secara terus menerus melalui berbagai strategi. Supervisi dilakukan mulai dari menelaah kembali perencanaan, kurikulum, dan pelaksanaan semua kegiatan yang berkaitan dengan pendidikan karakter, yaitu:
• Implementasi program pengembangan diri berkaitan dengan pengembangan nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa dalam budaya sekolah
• Kelengkapan sarana dan prasarana pendukung implementasi pengembangan nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa
• Implementasi nilai dalam pembelajaran
• Implementasi belajar aktif dalam pembelajaran
• Ketercapaian Rencana Aksi Sekolah berkaitan dengan penerapan nilai-nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa
• Penilaian penerapan nilai pendidikan karakter dan budaya bangsa pada pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik (sebagai kondisi akhir)
• Membandingkan kondisi awal dengan kondisi akhir dan merancang program lanjutan.
8. Melakukan penyusunan KTSP yang memuat pengembangan nilai-nilai pendidikan
karakter dan budaya bangsa.
• Mendata kondisi dokumen awal (mengidentifikasi nilai-nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa dalam dokumen I)
• Merumuskan nilai-nilai pendidikan karakter dan budaya bangsa di dalam (latar belakang pengembangan KTSP, Visi, Misi, Tujuan Sekolah, Struktur dan Muatan Kurikulum, Kalender Pendidikan, dan program Pengembangan Diri)
• Mengitengrasikan nilai-nilai pendidikan karakter dan budaya bangsa dalam dokumen II (silabus dan RPP)
BAB IV
PELAKSANAAN PENDIDIKAN KARAKTER (BEST PRACTICE)
TINGKAT PAUD
TINGKAT SD
TINGKAT SMP
TINGKAT SMA (SMA Negeri 4 Kota Balikpapan - Kalimantan Timur)
Pada saat ini, SMA Negeri 4 Kota Balikpapan sudah memiliki dokumen kurikulum (Dokumen I dan II) dengan mengembangkan sendiri dan telah mengintegrasikan di dalamnya nilai-nilai pembentuk karakter.
1. Prosedur Pengembangan Pendidikan Kurikulum di Satuan Pendidikan
Pendidikan karakter direalisasikan dalam seluruh kegiatan di SMA Negeri 4 Kota Balikpapan. Adapun pelaksanaannya dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
• Memilih dan menentukan nilai-nilai yang diprioritaskan untuk dikembangkan berdasarkan hasil analisis konteks dengan mempertimbangkan ketersediaan sarana dan kondisi yang ada.
• Kepala sekolah melakukan sosialisasi ke semua warga sekolah (pendidik, tenaga kependidikan, peserta didik, komite sekolah, dan orang tua peserta didik) agar semua warga sekolah memiliki komitmen bersama untuk merealisasikan pembentukkan karakater melalui nilai-nilai yang diprioritaskan.
• Merevisi dokumen I yang telah dimiliki dengan mengintegrasikan nilai-nilai pendidikan karakter yang menjadi prioritas di sekolah tersebut.
• Merevisi dokumen II yang meliputi silabus dan rpp dengan mengintegrasikan nilai-nilai pembentuk karakter.
• Melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan silabus dan RPP yang telah diintegrasikan nilai-nilai pembentuk karakter.
• Melakukan pembiasaan dalam bentuk perilaku dan kegiatan yang mencerminkan dari nilai-nilai pendidikan karakter yang menjadi prioritas dari SMA Negeri 4 Balikpapan.
2. Perencanaan dan Pelaksanaan Pendidikan Karakter
a. Bentuk integrasinya.
Nilai-nilai pendidikan karakter terintegrasi di seluruh mata pelajaran dan termasuk muatan lokal sesuai dengan kekhasannya. Di dalam silabus nilai-nilai pendidikan karakter tercantum di dalam kegiatan pembelajaran.
Sedangkan di dalam pengembangan diri pendidikan karakter diimplementasikan dalam program bimbingan konseling dan ekstrakurikuler. Dalam program ekstrakurikuler melalui beberapa kegiatan seperti kepramukaan, UKS dan PMR, olahraga prestasi, kerohanian, seni budaya/sanggar seni, kepemimpinan.
Sementara untuk kegiatan tidak terprogram pendidikan karakter dilakukan melalui pembiasaan rutin, spontan, dan keteladanan. Secara rinci sebagai berikut:
1) Pembiasaan Rutin, yaitu kegiatan yang dilakukan terjadwal, meliputi : upacara bendera, senam, doa bersama, ketertiban, pemeliharaan kebersihan (Jumat Bersih), kesehatan diri.
2) Pembiasaan Spontan, yaitu kegiatan tidak terjadwal dalam kejadian khusus, meliputi : pembentukan perilaku memberi senyum, salam, sapa, membuang sampah pada tempatnya, budaya antri, mengatasi silang pendapat (pertengkaran), saling mengingatkan ketika melihat pelanggaran tata tertib sekolah, kunjungan rumah, kesetiakawanan sosial, anjangsana.
3) Pembiasaan Keteladanan, adalah kegiatan dalam bentuk perilaku sehari-hari, meliputi : berpakaian rapi, berbahasa yang baik, rajin membaca, memuji kebaikan dan keberhasilan orang lain, datang tepat waktu.
Pelaksanaan pendidikan karakter di SMA Negeri 4 Kota Balikpapan juga dilakukan melalui aktifitas sebagai berikut:
1) Kegiatan Rutin
Nilai-Nilai Budaya dan Karakter Bangsa yang Dikembangkan | Bentuk Pelaksanaan Kegiatan |
Religius |
|
Kedisiplinan |
|
Peduli Lingkungan | Lingkungan sekolah bersih
Kelas Bersih
|
Peduli Sosial |
|
Kejujuran |
|
Cinta Tanah Air |
|
2) Kegiatan Spontan
Nilai-Nilai Budaya dan Karakter Bangsa yang Dikembangkan | Bentuk Pelaksanaan Kegiatan |
Religius |
|
Kedisiplinan |
|
Peduli Lingkungan |
|
Peduli Sosial |
|
Kejujuran |
|
3) Kegiatan Keteladanan
Nilai-Nilai Budaya dan Karakter Bangsa yang Dikembangkan | Bentuk Pelaksanaan Kegiatan |
Religius |
|
Kedisiplinan |
|
Peduli Lingkungan |
|
Peduli Sosial |
|
Kejujuran |
|
Cinta Tanah Air |
|
b. Dalam hal penerapan nilai-nilai pembentuk karakter, sekolah ini menerapkan kebijakan untuk tidak menambah jumlah jam pelajaran khusus.
c. Kalender Akademik
Pada kalender akademik di SMA Negeri 4 Balikpapan periode tahun pembelajaran 2010/2011 terdapat beberapa kegiatan seperti ;
1) menyelenggarakan lomba memperingati HUT Kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 1 – 3 Agustus 2010.
2) upacara HUT RI pada tanggal 17 Agustus 2010
3) pesantren ramadhan dari tanggal 18 – 31 Agustus 2010
4) pemilihan ketua OSIS masa bhakti 2010-2011 pada tanggal 25 September 2010
5) menyelenggarakan sholat idhul adha pada tanggal 17 November 2010
6) melaksanakan pemotongan dan membagikan hewan kurban pada tanggal 18 November 2010
7) menyelenggarakan Diklat Kepemimpinan OSIS masa bhakti 2010 – 2011
8) menyelenggarakan acara peringatan hari Natal tanggal 25 Desember 2010
9) mengadakan lomba dalam acara peringatan hari Kartini tanggal 21 April 2011
10) upacara peringatan hari pendidikan nasional tanggal 2 Mei 2011
11) upacara peringatan hari kebangkitan nasional tanggal 20 Mei 2010
Selain itu, kegiatan dalam bentuk pembiasaan juga dilakukan dengan keterangan waktu pelaksanaan dan para penanggung jawab dari kegiatan seperti yang yang tercantum di dalam tabel di bawah ini.
b. Pengkondisian
Untuk menerapkan pendidikan karakter, SMA Negeri 4 Balikpapan membuat kebijakan sekolah untuk mendukung keberhasilan pelaksanaan program ini. Adapun bentuk kebijakan sekolah antara lain melalui penghargaan dan pemberdayaan, menyediakan peralatan kebersihan.
a. Penghargaan dan Pemberdayaan.
Bentuk penghargaan yang diberikan pihak sekolah kepada peserta didik adalah dalam lomba kebersihan kelas. Penilaian kebersihan dilakukan sekolah setiap minggu. Jika dalam rentang waktu 1 (satu) bulan ada kelas yang mendapatkan juara paling bersih dan rapi sebanyak 2 kali berturut-turut, maka kelas tersebut akan mendapatkan “hadiah” yang berupa alat-alat kebersihan seperti sapu, kain pel, pengki, tempat sampah. Dimana hadiah tersebut akan disampaikan ketika ada upacara bendera di hari Senin.
Adapun, sebagai bentuk Punishment di SMA Negeri 4 Balikpapan adalah:
1) Pukul 07.15 semua siswa harus sudah berada di sekolah dengan toleransi 15 menit. Siswa pulang sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. Bagi siswa yang melanggar diberikan sanksi berupa membersihkan lingkungan sekolah.
2) Jam 07.15 semua guru harus sudah berada di sekolah. Bagi guru yang tidak hadir tepat waktu diberikan teguran dan pulang sesuai jadwal yang ditentukan (Senin – Kamis pukul 14.00, Jumat pukul 11.30 dan Sabtu pukul 13.15).
3) Kerapian dan kebersihan pakaian, dicek setiap hari oleh seluruh guru, diawali oleh guru jam pertama. Siswa yang tidak berpakaian rapi diminta merapikannya dan diberitahu cara berpakaian rapi. (kriteria rapi yaitu baju dimasukkan, atribut lengkap, menggunakan kaos kaki dan sepatu yang ditentukan)
4) Kerapian rambut, dicek setiap hari oleh seluruh guru, panjang ukuran rambut tidak boleh kena telinga dan krah baju. Apabila menemukan siswa yang rambutnya tidak sesuai dengan aturan yang ditetapkan, maka diminta untuk mencukur rambut dan diberi tenggang waktu tiga hari, sekiranya masih membandel maka rambut yang bersangkutan akan dipotong oleh guru/petugas yang ditunjuk oleh sekolah.
5) Memberikan sanksi pada siswa yang punya kebiasaan membuang sampah sembarangan.
b. SMA Negeri 4 Balikpapan sudah menyediakan berbagai sarana untuk mendukung pengembangan nilai-nilai Pendidikan Karakter. Sarana yang dimaksud adalah peralatan kebersihan seperti sapu, kain pel, ember, pengki, dan tempat sampah.
c. Penilaian keberhasilan dan tindak lanjut :
a. Perilaku (kepala sekolah, tenaga pendidik, kependidikan, dan peserta didik)
1) Kepala sekolah
a) Hadir pagi jam 06.45 dan langsung mengawasi kehadiran siswa maupun guru dan staf.
b) Mengerjakan tugas-tugas manajerial.
c) Mengkoordinasikan para wakil yang membidanginya.
2) Guru/Petugas BP
1) Semua guru yang mengajar jam pertama sudah siap pada pukul 07.00.
2) Guru piket telah siap jam 06.30 dengan catatan-catatan yang diperlukan.
3) Bagi guru yang tidak mengajar mulai jam pertama kehadirannya berselang 30 menit ( 3 guru), 45 menit (2 guru) setelah jam 07.15
4) Setelah datang guru langsung mempersiapkan sesuai dengan tupoksinya.
5) Guru piket tiap hari ada 2 (dua) orang.
3) Pegawai/Staf TU
1) Kehadirannya rata-rata lebih dari jam 07.30.
2) Mengerjakan sesuai dengan job diskripsinya dan tupoksinya.
4) Peserta Didik
1) Sebelum mulai pelajaran pada jam 07.15 diadakan berdoa secara keseluruhan warga sekolah selama 5 menit.
2) Kehadiran siswa yang terlambat diperkirakan 0,6 % untuk hari tersebut di atas.
3) Ketidak hadiran siswa saat itu diperkirakan 0,3 %
4) Ketika sampai di pintu gerbang siswa yang bertemu dengan guru/pegawai/kepala sekolah bersalaman dan cium tangan.
5) Siswa yang ijin keluar pagar sekolah mengenakan label/bedge khusus.
6) Siswa yang terlambat lebih 5 menit dikenakan sanksi untuk dibina melalui kebersihan dengan memungut sampah yang masih ada.
b. Sarana dan Prasarana
1) Sarana tempat cuci tangan kondisi terakhir sudah dipasang semuanya pada tempat yang telah ditentukan.
2) Kelengkapan UKS kondisi terakhir sudah lengkap dengan perlengkapan yang
diperlukan.
3) Ruang laboratorium masih menggunakan kelas, karena kondisi darurat.
c. Situasi Sekolah
1) Kebersihan terawat oleh petugas dan keterlibatan siswa secara langsung dan bagi
yang terlambat lebih dari 15 menit maka siswa diberikan tugas memungut daun-
daun yang baru gugur dari pohonnya atau ada sampah kecil yang belum terambil.
2) Ruang Kepala sekolah, Ruang Guru, Ruang Tata Usaha, ruang kelas kondisinya
bersih dan rapi.
3) Toilet : Ruang Kepala Sekolah, Ruang BK, Ruang UKS, Ruang Mushola terawat
bersih.
4) Halaman Parkir Motor bersih dan penataan kendaraan rapi.
5) Halaman sekolah terlihat hijau dan pohon-pohon dirawat dengan baik.
d. Tindak Lanjut dari program pendidikan karakter ini, SMA Negeri 4 Balikpapan
berencana akan terus meningkatkan pencapaian program ini melalui penambahan
program kegiatan, menambah jumlah indikator pencapaian, dan menambah jumlah
nilai-nilai yang diprioritaskan dari sekolah ini.
Posted in: School Reform