Cari Blog Ini

Senin, 02 April 2012

Implementasi Membangun Karakter Bangsa ke dalam Mata Pelajaran

Implementasi Membangun Karakter Bangsa ke dalam Mata Pelajaran
Oleh : Drs. Nur Kholiq,M.Pd

Karakter suatu bangsa dapat dibangun dari pembentukan karakter individu-individu yang membentuk bangsa itu sendiri. Selama bangsa itu masih ada maka pembentukan karakter dari individu-individu tersebut akan terus berlanjut. Hal ini berarti bahwa pembentukan karakter bangsa akan berlangsung terus menerus dari suatu generasi ke generasi berikutnya.
Sembilan pondasi dalam pembentukan karakter adalah menanamkan 1) rasa cinta kepada Tuhan Yang Maha Esa dan Ciptaannya, 2) tanggung jawab, disiplin dan mandiri, 3) kejujuran, 4) hormat dan santun, 5) kasih sayang, peduli, dan kerjasama, 6) percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah, 7) keadilan dan kepemimpinan, 8) baik dan rendah hati, 9) toleransi, cinta damai, dan persatuan.
Sembilan pondasi tersebut perlu ditanamkan sejak dini mulai dari lingkungan keluarga dan masyarakat yang merupakan lingkungan tumbuh dan berkembangnya generasi muda. Namun, dunia pendidikan diharapkan dapat menjadi motor penggerak untuk memfasilitasi pembangunan karakter bangsa. Artinya, Sembilan pondasi dalam pembentukan karakter bangsa dapat ditumbuhkembangkan melalui pendidikan pada semua jenjang mulai tingkat pendidikan dasar, menengah, hingga pendidikan tinggi secara berkelanjutan.
Yang menjadi pemikiran adalah bagaimana implementasi bentuk karakter bangsa dalam mata pelajaran ?.. Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Muhammad Nuh menyatakan bahwa pemerintah akan memasukkan pendidikan budaya dan karakter bangsa melalui penguatan kurikulum namun, pendidikan budaya dan karakter bangsa itu tidak dibuat dalam bentuk mata pelajaran tersendiri. Menyikapi pernyataan Mendiknas tersebut maka pembentukan karakter bangsa dilakukan melalui matapelajaran yang telah ada pada kurikulum antara lain Pendidikan Agama, Kewarganegaraan, IPS, Bahasa Indonesia, Seni dan Keterampilan, Olah Raga, Sains dan Matematika, dan juga melalui kegiatan ekstra kulikuler seperti Kepramukaan, Dokter Remaja, dan ektrakurikuer lainnya
A. Pembentukan Karakter Bangsa melalui Pendidikan Agama
Pendidikan Agama mengandung ajaran tentang berbagai nilai luhur dan mulia bagi manusia untuk mencapai harkat kemanusiaan dan kebudayaannya. Nilai-nilai luhur dan mulia tersebut ditulis dalam sebuah buku pelajaran agama yang dibaca oleh peserta didik dan diajarkan oleh guru. Model pembelajaran yang diterapkan oleh guru merupakan faktor pendukung terbentuknya karakter peserta didik. Pembentukan karakter peserta didik tidak dapat dilakukan melalui hapalan ajaran agama atau melalui cerita sifat Nabi, melainkan melalui tindakan seperti contoh perilaku guru itu sendiri yang menjadi panutan peserta didik, simulasi dan bermain peran tokoh nabi, sahabat nabi, atau tokoh fiktif yang memiliki sifat baik dan buruk.
Pembentukan karakter melalui pendidikan agama dapat juga dilakukan melalui praktek ibadah antara lain (1) menumbuhkan rasa cinta dan gemar membaca kitab suci agama masing-masing peserta didik, (2) mengajak peserta didik untuk praktek ibadah ditempat ibadahnya masing-masing, (3) mengundang tokoh agama, kyai atau pendeta. 
B. Pembentukan Karakter Bangsa melalui Pendidikan Kewarganegaraan
Dalam standar kompetensi kurikulum 2004, ditegaskan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan adalah merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari segi agama, sosio-kultural, bahasa, usia, dan suku bangsa untuk menjadi warga Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang dilandasi oleh Pancasila dan UUD 1945. Namun nampaknya tujuan kompetensi tersebut belum sepenuhnya tercapai karena matapelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) belum bisa menjadi ”katalisator” untuk membendung arus merebaknya budaya kekerasan dan proses demoralisasi. Pendidikan Kewarganegaraan dinilai telah berubah menjadi matapelajaran berbasis indoktrinasi dan dogmatis yang semata-mata mengajarkan nilai baik dan buruk, tanpa diimbangi dengan pola pembiasaan intens yang bisa memicu siswa didik untuk berperilaku dan bersikap sesuai dengan nilai-nilai keluhuran. Akibat pola indoktrinasi yang telah lama ditanamkan, maka peserta didik cenderung tidak lagi memiliki kepekaan terhadap sesamanya, kehilangan nilai kasih sayang, dan sibuk dengan dunianya sendiri. Untuk mencapai standar kompetensi di atas, perlu dikembangkan model yang cocok dan tidak berbasis indoktrinasi. Model pembelajaran yang cocok digunakan adalah “Pendekatan Belajar Kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL). CTL merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Terdapat 7 komponen CTL, yaitu konstruktivisme, bertanya, menemukan, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, dan penilaian sebenarnya. Dalam PKn dikenal juga model pembelajaran VCT (Value ClarificationTecknique atau Teknik Pengungkapan Nilai), yaitu suatu teknik belajar-mengajar yang membina sikap atau nilai moral. VCT dianggap cocok untuk digunakan dalam Pembelajaran PKn yang mengutamakan pembinaan aspek afektif.
C. Pembentukan Karakter Bangsa melalui Pendidikan IPS
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan pelajaran yang didesain atas dasar fenomena, masalah dan realitas sosial dengan pendekatan interdispliner yang melibatkan berbagai cabang ilmu-ilimu sosial dan humaniora seperti Kewarganegaraan, Sejarah, Geografi, Ekonomi, Sosial, Antropologi, Tujuan Pendidikan IPS antara lain adalah (1) mengembangkan pengetahuan dasar kesosiologian, kesejarahan dan kewarganegaraan, (2) mengembangkan kemampuan berpikir kritis, keterampilan inquiri, dan pemecahan masalah dan keterampilan, (3) Membangun komitmen dan kesadaran terhadap nilai kemanuasiaan (serta mengembangkan nilai-nilai luhur budaya bangsa), dan (4) memiliki kemampuan berkomunikasi, berkompetisi dan bekerjasama dalam masyarakat yang majemuk, baik dalam skala lokal, nasional maupun internasional ( Sardiman, 2010) . Dengan tujuan tersebut, berarti .Pendidikan IPS memiliki peran penting dalam pembentukan karakter bangsa sebab pendidikan IPS memiliki kesamaan dengan pendidikan nilai atau pendidikan karakter.
Agar peran Pendidikan IPS dalam pembentukan karakter bangsa terwujud perlu dikembangkan kurikulum dan model pembelajaran yang cocok untuk pembentukan karakter. Kurikulum yang cenderung menitikberatkan pada penguasaan materi, bersifat kognitif dan hapalan serta model pembelajaran yang bersifat instruksional atau transfer of knowledge tidak akan dapat membentuk karakter peserta didik karena karakter tidak dapat terbentuk secara instant dan melalui hapalan. Kartadinata (2010) menyatakan bahwa proses pembelajaran yang membentuk karakter tidak bisa sebagai proses linier layaknya dalam pembelajaran bidang studi yang bersifat transformasi informasi.
Pengembangan karakter harus menyatu dalam proses pembelajaran yang mendidik, disadari oleh guru sebagai tujuan pendidikan dan dikembangkan dalam suasana pembelajaran yang transaksional dan bukan instruksional, dilandasi pemahaman secara mendalam terhadap perkembangan peserta didik. Untuk memantapkan peran Pendidikan IPS dalam pembentukan karakter bangsa, Sardiman (2010) menyatakan perlunya (1) keteladanan, (2) proses pembelajaran dikembalikan kepada khitahnya sebagai proses pendidikan, (3) dikembangkan model pembelajaran yang aktif-partisipatif, kreatif-inovatif dengan berbagai program pembiasaan, (4) penciptaan lingkungan pendidikan yang kondusif-edukatif, (5) penataanberita dan penyiaran di berbagai media massa, (5) dilakukan kerjasama dengan orang tua /wali dan masyarakat sekitar, (6) adanya political will dari pemerintah. 
D. Pembentukan Karakter Bangsa melalui Pendidikan Bahasa Indonesia
Menurut Yulianto (2007), prinsip pembelajaran bahasa Indonesia secara umum adalah 1) pembelajaran bahasa Indonesia harus diarahkan untuk lebih banyak memberikan porsi kepada pelatihan berbahasa yang nyata, 2) tata bahasa diajarkan hanya untuk memberikan kesalahan ujar siswa, 3) keterampilan berbahasa nyata menjadi tujuan utama, 4) membaca sebagai alat untuk belajar, 5) menulis dan berbicara sebagai alat berekspresi dan menyampaikan gagasan, 6) kelas menjadi tempat berlatih menulis, membaca, dan berbicara dalam bahasa Indonesia 7) penekanan pengajaran sastra pada membaca sebanyak-banyaknya sastra Indonesia, 8) pengajaran kosa kata diarahkan untuk menambah kosa kata siswa.
Berdasarkan hal itu, nampak bahwa pembelajaran bahasa Indonesia adalah banyak berlatih di kelas dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan situasi, baik yang nyata ”senyatanya’ melalui diskusi maupun yang nyata ”tidak senyatanya” melalui kegiatan bermain peran. Melalui diskusi dan bermain peran dalam pembelajaran Bahasa Indonesia, siswa dapat melakukan olah rasa, olah batin, dan olah budi secara intens sehingga secara tidak langsung siswa memiliki perilaku dan kebiasaan positif melalui proses apresiasi dan berkreasi melalui karya sastra. Melalui karya sastra, siswa juga akan mendapatkan pengalaman baru dan unik yang belum tentu bisa mereka dapatkan dalam kehidupan nyata. Melalui karya sastra siswa bisa belajar dan bergaul secara langsung tentang berbagai karakter mulia. Cara orang-orang tua kita dahulu menanamkan nilai-nilai luhur melalui dongeng tentang tokoh-tokoh yang memiliki karakter kuat mampu terserap ke dalam alam logika dan hati nurani anak hingga terbawa sampai dewasa. Sikap toleran, moderat, rendah hati, kreatif, empati, dan nilai-nilai budi pekerti lainnya sangat kuat mengakar ke dalam memori anak dan diaplikasikanke dalam kehidupannya sehari-hari. Hal ini menunjukkan bahwa melalui pendidikan bahasa Indonesia kita dapat membentuk karakter bangsa
E. Pembentukan Karakter Bangsa melalui Pendidikan Seni
Indonesia merupakan negara yang kaya akan seni dan budayanya. Dari berbagai macam suku yang ada di Indonesia muncul beragam kesenian, seni tari dan musik, serta beragam budaya daerah. Seni dan Budaya daerah yang ada di Indonesia mencerminkan jati diri Bangsa Indonesia. Melalui kesenian dan budaya yang ada di Indonesia orang akan kenal dengan Indonesia. Sebagai contoh, jika seseorang bicara tentang tari serimpi, pendet, reog ponorogo atau musik kolintang, gamelan, atau tentang batik maka semua orang langsung tahu bahwa seni dan budaya tersebut berasal dari Indonesia. Seni dan Budaya yang ada di Indonesia tersebut perlu diperkenalkan, ditanamkan kepada generasi penerus bangsa agar tidak punah dan muncul rasa cinta dan bangga akan budayanya. Melalui pendidikan seni di sekolah diharapkan siswa akan mengenal, mencintai, dan memelihara seni dan budayanya. Sehingga pada saat seni dan budaya asing masuk ke Indonesia diharapkan nilai-nilai seni dan budaya Indonesia tidak luntur dan tetap dipertahankan.
Azhari (2010) menyatakan bahwa berbagai jenis permainan anak tradisional yang banyak tersebar di Sumatera Utara maupun di daerah lainnya di Indonesia terancam punah karena tidak ada lagi yang memainkannya. Permainan tradisional tersebut sudah tergantikan oleh permainan modern seperti video games maupun playstation. Padahal permainan tradisional seperti patok lele, congklak, galasin dll memiliki keunggulan dibandingkan permainan modern, antara lain permainan tradisional menimbulkan inisiatif, kreatif, rasa solidaritas atau kesetiakawanan, rasa empati kepada sesamanya. Sedangkan pada permaianan modern akan menimbulkan rasa egoisme dan individualisme karena permainan modern cenderung dimainkan oleh satu orang. Terlihat jelas bahwa dari permainan akan terbentuk karakter anak. Oleh karena itu maka perlu dimasukkan permainan tradisional dan seni budaya lainnya ke dalam kurikulum pendidikan seni dan memgimplementasikannya. 
F. Pembentukan Karakter Bangsa melalui Pendidikan Jasmani dan Olah Raga
Asnaldi (2008) menyatakan bahwa tujuan dari pendidikan jasmani dan olah raga adalah 1) mengembangkan keterampilan pengelolaan diri dan upaya pengembangan dan pemeliharaan kebugaran jasmani dan pola hidup sehat, 2) meningkatkan pertumbuhan fisik dan psikis, 3) meningkatkan keterampilan gerak, 4) meletakkan landasan karakter dan moral, 5) mengembangkan sikap sportif, jujur, disiplin, bertanggung jawab, 6) mengembangkan keterampilan menjaga keselamatan diri, orang lain dan lingkungan, 7) memahami konsep aktivitas jasmani dan olah raga di lingkungan yang bersih. Dari tujuan ini terlihat bahwa pendidikan jasmani dan olah raga memiliki peran dalam membentuk karakter bangsa.
Melalui kegiatan olah raga di sekolah, pertandingan olah raga antar sekolah, tingkat daerah maupun nasioal, dapat mengembangkan bakat dan kreativitas siswa dalam bidang olah raga. Pertandingan-pertandingan tersebut diharapkan membentuk kepribadian yang bugar, sehat jasmani dan rohani, kompetitif, sikap sportif, serta mampu menghargai prestasi orang lain. 
G. Pembentukan Karakter Bangsa melalui Pendidikan Sains dan Matematika
Selama ini umumnya orang berpendapat bahwa menanamkan nilai-nilai untuk membangun moral, karakter, dan akhlak hanya bisa melalui pendidikan agama dan kewarganegaraan. Atas dasar itu maka pendidikan agama dan kewarganegaraan dianggap penting dan harus diajarkan. Anggapan itu tidak salah sebab agama dan kewarganegaraan selalu mengajarkan tentang bagaimana siswa atau peserta didik memiliki moral, karakter, dan akhlak yang luhur. Akan tetapi sebenarnya, pendidikan sains dan matematikapun bisa dijadikan sebagai pendekatan untuk membangun moral, karakter, dan akhlak mulia. (Suprayogo, 2010) menyatakan bahwa melalui pendidikan sains, maka anak didik akan mengenal dirinya sendiri dan Tuhannya.
Dengan memperhatikan, memikirkan, dan merenungkan tentang ciptaan Tuhan di alam semesta ini baik yang ada di langit dan bumi maka akan terbangun rasa cinta kepada Tuhan Yang Maha Esa dan Ciptaannya serta kasih sayang dan peduli terhadap sesama makhluk hidup dan lingkungannya. Selama ini Alam Semesta dipelajari oleh disiplin ilmu Fisika, Kimia, dan Biologi (Sains). Untuk memantapkan peran Pendidikan Sains dalam pembentukan karakter bangsa perlu dikembangkan model pembelajaran yang aktif-partisipatif, kreatif-inovatif dengan proses pembelajaran tidak hanya di dalam kelas namun juga dilakukan di lingkungan (alam). Dengan berbasis konsep pendidikan memanfaatkan alam semesta, maka pendidikan Sains akan menjadi lebih menggembirakan, menggairahkan, dan tidak menjadi momok yang menakutkan atau beban bagi peserta didik. Adanya Interaksi peserta didik dengan lingkungan atau alam akan menghasil perubahan perilaku ke arah yang lebih baik.
Untuk pendidikan matematika, bagaimana pembelajaran matematika mampu membangun karakter bangsa? Sebagaimana diketahui, bahwa kesejahteraan ekonomi merupakan pintu masuk yang akan dilalui untuk membangun karakter bangsa karena dengan kesejahteraan ekonomi diharapkan terbangun karakter bangsa yang tangguh, yang tidak menjadi ”kuli ” atau tenaga kerja bagi bangsa lain. Matematika, merupakan ilmu pengetahuan yang berperan sebagai ilmu pembantu yang ampuh bagi ilmu sosial termasuk ekonomi. Proses pembelajaran matematika dapat diikuti dengan baik dan menarik perhatian siswa apabila menggunakan metode pembelajaran yang sesuai dengan tingkat perkembangan siswa dan sesuai dengan materi pembelajaran. Oleh karena itu pembelajaraan matematika harus didasarkan atas karakteristik matematika dan siswa itu sendiri. Salah satu pilar belajar adalah “belajar untuk membangun dan menemukan jati diri, melalui proses pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan” (lampiran Permendiknas No. 22 tahun 2006). Untuk itu, dalam pembelajaran matematika guru harus mampu mengaktifkan siswa selama proses pembelajaran dan mengurangi kecenderungan guru untuk mendominasi proses pembelajaran tersebut, sehingga ada perubahan dalam hal pembelajaran matematika yaitu dari pembelajaran yang terpusat pada guru diubah menjadi pembelajaran terpusat pada siswa agar kemampuan kognitif siswa dapat berkembang dan kemampuan mengkomunikasikan matematika serta ketrampilan sosial meningkat.
Diakhir tulisan ini dapat disimpulkan bahwa pembangunan karakter bangsa dapat dilakukan melalui berbagai mata pelajaran yang telah ada pada kurikulum hanya saja perlu pengembangan model pembelajaran yang sesuai. Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam upaya membangunkarakter bangsa antara lain (1) menerapkan pendekatan ”modelling” atau exempary” atau ”uswatun hasanah” atau keteladanan yakni setiap guru dan tenaga kependidikan mampu menjadi contoh (teladan) dalam menanamkan nilai-nilai yang baik (2) proses pembelajaran dikembalikan kepada khitahnya sebagai proses pendidikan, (3) dikembangkan model pembelajaran yang aktif-partisipatif, kreatif-inovatif, efektif dan menyenangkan dengan berbagai program pembiasaan, (4) penciptaan lingkungan pendidikan yang kondusif-edukatif, (5) dilakukan kerjasama dengan orang tua /wali dan masyarakat sekitar, (6) adanya political will dari pemerintah untuk memperbaiki seluruh aspek yang ada, tidak hanya dunia pendidikan, tetapi juga siaran TV yang saat ini tak henti-hentinya mengekspoitasi kekerasan, kemewahan, dendam dan kebencian, cerita hantu dan horor, korupsi, makelar kasus secara vulgar yang setidaknya memiliki andil yang cukup besar terhadap pembentukan karakter anak. 
Daftar Pustaka
Asnaldi, A. (2008). Pendidikan jasmani. http://article-olahraga.blogspot.com/2008/02/
pendidikan-jasmani.html
Azhari, I. (2010). Peran Budaya dalam Membangun Karakter Bangsa: Studi Antropologi
Terhadap Fungsi Permainan Tradisional. Disampaikan pada Seminar Nasional Universitas
Terbuka UPBJJ Medan
Kartadinata, S. (2010). Mencari bentuk Pendidikan Karakter Bangsa.
http://file.upi.edu/Direktori/A-FIP/JUR. PSIKOLOGI DAN
BIMBINGAN/195003211974121-SUNARYO KARTADINATA/ MENCARI BENTUK
PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA.pdf
Sardiman. (2010). Revitalisasi Peran Pembelajaran IPS dalam Pembentukan Karakter Bangsa. http://journal.uny.ac.id/

0 comments:

Posting Komentar

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | Best Buy Printable Coupons